Refleksi Perkuliahan Filsafat Ilmu Pertemuan ke-9
(Bagian 2)
Pengampu: Prof. Dr. Marsigit, M.A
PPs UNY Pendidikan Matematika kelas A
Selasa, 17 November 2015 Pukul 11.10-12.50 WIB
di lantai tertinggi Gedung Lama PPs
UNY ruang R.305b
Setelah mengikuti tes singkat ke-5 menembus ruang dan waktu
dengan tema “Dunia Ujian”, dengan beragam hasil yang kami dapatkan. Selanjutnya
Bapak Prof. Marsigit memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk bertanya dan
beliau menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Berikut ini saya nukilkan
beberapa pertanyaan beserta jawaban yang dijelaskan oleh Bapak Prof. Marsigit.
Pertanyaan dari Sdri. Nurafni Retno
Kurniasih: Dalam test jawab singkat, apakah soal-soal tersebut termasuk soal open-ended?
Jawaban Bapak Prof.Marsigit:
Soal jawab singkat lebih
mementingkan kepada usaha untuk mengadakan dari yang masih mungkin ada.
Setidaknya anda jadi memikirkan dari apa yang belum terpikir. Sudut pemikiran
itu tidak hanya satu atau dua sudut pandang, namun multiple, jadi kita sebenernya adalah multifacet. Manusia bermuka dan berdimensi tak berhingga. Kalau
dalam pewayangan disebut “dasamuka” memang sedikit, hanya sepuluh. Namun kita
manusia multifacet, terkait dengan
soal jawab singkat, saya dapat dapat membuat 50 soal bertema “dunia ujian”,
berarti minimal ada 50 sudut pandang.
Sangat sulit menentukan jawaban
karena jawaban dari test jawab singkat bersifat icon yaitu mewakili dunianya.
Jadi tidak sembarang orang dapat membuat soal semacam itu, hanya para dewa yang
mampu menjawab. Sehingga mau tidak mau anda harus mengakui bahwa saya seorang
dewa di depan anda. Dewa dalam hal ini dapat diartikan beda umur, pengalaman,
dimensi. Anda adalah dewa bagi diri anda yang tadi. Kenapa? Karena tadi belum
tahu, sekarang sudah tahu. Orang yang tidak paham, dalam dunia dihantui oleh
ketakutan mitos. Dia dalam siang malam takut dengan dewa. Misal terdapat mitos
“tak sesuatu yang berubah kecuali perubahan itu sendiri”. Terkadang orang-orang
terjebak dalam ruang dan waktu yang gelap termakan oleh mitos. Maka jika kita
tak ingin termakan mitos, hendaknya kita harus selalu berpikir.
Pertanyaan yang saya tanyakan dalam
soal jawab singkat adalah bahasanya para daksa. Saya tadi adalah daksa,
sekarang dewa, karena sudah bertambah umur saya. Siswa adalah daksa dan guru
adalah dewa. Para dewa harus mampu menembus ruang dan waktu sesuai dengan
komunitasnya. Maka dalam upaya menembus ruang dan waktu dewa harus melepas baju
dewanya, agar tidak menakut-nakuti dan akan terjadi kehancuran. Dengan demikian
kalau kita akan bertemu dengan para dewa, kita harus menyiapkan alat yang
khusus. Misal: Pak Jokowi akan bertemu Mr. Obama maka harus memakai jas dan
dasi. Karena jika memakai batik mungkin akan dianggap “ini tribal dari mana?”.
Jika kita ingin menjadikan batik sebagai icon universal, maka kita harus
berjuang berabad-abad merubah paradigma, dunia, teori, ideologi, politik, dst.
Terkait dengan bom yang ada di Paris, Mr.Obama mengatakan ini menyerang universal value. Dewasa ini, universal value dipegang oleh powernow. Tidak mudah untuk menjadi universal value karena 5-10 generasi
saja belum tentu local anda menjadi universal value. Malah justru
kecenderungannya sebaliknya, sekarang kita akan kehilangan local dan akan terbawa menjadi universal
value seperti yang mereka pikirkan.
Jadi terkait dengan jawaban soal
singkat adalah 1001 macam namun terpilih, dalam artian kita harus
mereduksi. Reduksi ibarat pisau yang
sangat tajam. Ini merupakan fenomena Comte, pisau bisa untuk membunuh, namun semua
keluarga pasti mempunyai pisau. Walaupun pisau dapat untuk membunuh, namun kita
membutuhkan pisau untuk mengiris bawang, daging, dsb. Jadi pisau tidak hanya
untuk membunuh, namun tergantung bagaimana kita menggunakannya. Artinya kalau
kita ingin menaikkan dimensi kita, pasti ada resiko. Jika di Indonesia ingin
menghilangkan rokok, maka akan sangat sulit karena ada petani tembakau. Sama
halnya dengan yang terjadi di Amerika Serikat, tidak bisa menghilangkan senjata
karena ada pabrik senjata, sudah menjadi budaya di sana, setiap keluarga
mempunyai senjata untuk mempertahankan diri, aksesoris, hadiah, dsb.
Pertanyaan dari Sdri. Atik Lutfi
Ulin Ni’mah: Apakah batasan
seseorang dapat dikatakan sebagai sufi?
Jawaban Bapak Prof.Marsigit:
Membicarakan perihal sufi berarti
menyangkut dengan spiritual. Ini berdasarkan pengalaman spiritual saya di
masjdi beberapa hari dengan kaum sufi. Seorang sufi sebenarnya
mencoba mencari metode berdoa yang disesuaikan dengan keaslian yang lebih
otentik sesuai dengan yang dilakukan. Misalnya: kalau kita semua meyakini
nabi-nabi kita masing-masing. Kalau saya Nabi Muhammad SAW, berhubung beliau
sudah meninggal dunia. Lalu bagaimana kita meyakininya? Dan bagaimana kita
mengormatinya? Kalau hanya sekedar hormat saja
itu baru pada tahapan adab dalam berdo’a. Suatu ketika, berkumpul lah para
sahabat.
Sahabat:
“Wahai Rasulullah, saya ingin mengetahui sebenar-benar wajahmu itu seperti
apa?”
Rasulullah:
“Kalau kau ingin melihat wajahku, maka tengoklah pada lubang telinga putriku,
Fathimah”
Maka
semua sahabat menengok kepada lubang telinga Sayyidah Fathimah, tetapi yang
mereka temui hanyalah keadaan gelap. Namun ada seorang sahabat yang enggan
menengok pada lubang telinga Sayyidah Fathimah, yaitu Abu
Bakar Ash-Shiddiq.
Rasulullah: “Ya Abu Bakar, mengala engkau tak mau menengok lubang telinga putriku seperti halnya sahabat yang lain?”
Abu Bakar: “tidak perlu menengok dan melihat pada telinga putrimu,
karena setiap hari ketika tidur, akan tidur, mau makan, dimanapun dan dalam
keadaan apapun aku sedang dan akan selalu melihat wajahmu duhai Rasulullah”.
Rasulullah: “Ya Abu Bakar, engkau memang muridku yang
paling cerdas.”
Rasulullah menerima wahyu dari Allah SWT melalui Malaikat Jibril. Bersumber dari Allah SWT, Rasulullah, kemudian dilanjutkan oleh sahahat, tabi’in, tabi’ut tabi’in, hingga sampai pada ulama. Kemudian lahirlah yang namanya Ahlussunnah waljama’ah. Seumpama kita ingin mempunyai energi listrik, maka tidak harus kita datang ke pembangkit listrik. Namun kita cukup mencolokkan kepada stopkontak. Jadi sama jika kita ingin menuju Allah SWT, kita dapat memanfaatkan peran alim ulama pembawa wasilah. Alim Ulama tersebut lah yang menjadi guru-guru spiritual yang sifatnya tersembunyi, maka harus dicari. Oleh karena itu dunia ada gurunya, spiritual/akhirat pun ada gurunya.
Kalau ada orang yang tak mau berguru kepada
alim ulama, namun ingin langsung kepada Tuhan. Maka jika dilihat dari sisi
orang yang telah mempelajari metode mendekatkan diri kepada Allah, dia
dikatakan sombong sekali. Kita hendaknya sadar diri, dunia dana akhirat masih
kacau, syariat dan fiqih belum paham. Sementara ada guru spiritual, ulama, kaum
sufi, yang tiap hari, tiap detik ke situ (masjid), yang artinya jika kita
dekat-dekat ke situ maka kita dapat merasakan medan doa. Maka setelah itu saya
terkena energi yang saya colokkan, saya jadi mempunyai energi. Micronya ketika
saya sedang berdoa maka seluruh sel tubuh sudah terlalu besar. Lebih micro lagi
di dalam sel ketika teknologi tidak dapat menjangkau pusat simpul-simpul dari
doa. Sehingga saya menulis Elegi menggapai sepi, Elegi menggapai ramai. Di
dalam sepi adalah ramai. Jika kita merasakan, ketika kita pejamkan mata,
kemudian seluruh tubuh ikut berdoa. Pasti akan ramai sekali. Berdoa dalam
khasanah saya adalah dengan memohon ampun dan menyebut nama Tuhan. Jika sesuai
filsafat maka berdoa sesuai dengan agama masing-masing. Orang yang ketika mati
dalam keadaan berdoa adalah masuk syurga.
Pertanyaan dari Sdri. Tri Rahma
Silviani: Bagaimanakah tanggapan filsafat
mengenai khayalan manusia yang melampau batas kuasa Tuhan?
Jawaban Bapak Prof.Marsigit:
Untuk mengendalikan khayalan yang
melampaui batas kuasa Tuhan adalah dengan iman dan taqwa. Apapun yang terjadi
pasti mempunyai kontradiksi. Seperti halnya fenomena Comte, kita dibuat ribet,
tidak bisa beribadah, gegara mempunyai mobil baru. Keluarga menjadi berantakan
gegara mempunyai handphone baru. Itu lah yang namanya fenomena Comte. Fenomena
Comte jika dikembangkan secara intensif dan ekstrensif maka itu
adalah kegiatan mencampurkan antara positif dan negatif menjadi satu. Maka secara spiritual tidak akan bisa masuk syurga
karena masih ada unsur negati. Jadi kita tinggal memilih mau syurga atau
neraka.
Ketika ada yang
mendiskusikan dalam filsafat bermain-main dengan membawa Tuhan. Namun jika
untuk menelaah semoga Tuhan mengampuni. Ada yang bertanya “Karena Tuhan Maha
Kuasa, apakah Tuhan mampu
menciptakan Batu yang sangat besar dan sangat berat sedimikian sehingga TUHAN
sendiri tidak mampu untuk mengangkatnya?” . Sesungguhnya Tuhan Maha Kuasa, Maha Biasa. Jadi jika Tuhan mampu
menciptakan batu, maka Tuhan pun pasti bisa mengangkatnya. Jika sudah seperti
maka hentikan saja diskusi tersebut.
Manusia sesungguhnya tidak
sempurna. Dikarenakan ketidaksempurnaan tersebut, Immanuel Kant bisa
menyimpulkan dunia ini “ada awal” dan “tidak ada awal”. Secara matematik,
Immanuel Kant bisa membuktikan dunia punya awalan, ada permulaan. Namun diwaktu
bersamaan, dia bisa menyatakan bahwa dunia itu tidak ada awalan, karena secara
filsafat manusia tidak sempurna. Tetapi jika kita sudah masuk pada keyakinan,
maka dunia itu berawalan, dimana yang mengawali adalah Tuhan dan yang
mengakhiri juga Tuhan. Namun secara pikiran dapat dibuktikan dunia tidak
mempunyai akhir dan dunia mempunyai akir. Maka penting kita mempuyai keimanan.
Terkait bom di Paris yang tengah
menjadi perbincangan hangat pekan ini di seluruh belahan dunia, itu merupakan
Fenomena Comte. Dapat diartikan dari sisi filsafat sebagai dialog antara
struktur yang berdimensi, yaitu tradisional dan tribal versus powernow. Dimana
kaum Tradisional menyerang universal value yang ditetpkan oleh powernow.
Saya yang berfilsafat adalah
merefleksikan seperti anda. Kita yang merefleksikan itu tidak melakukannya,
namun yang melakukan tidak akan mampu merefleksikannya. Sama halnya seperti
orang kesurupan, ia kesurupan namun tak bisa memikirkannya. Sedangkan kita yang
bisa memikirkannya tidak akan bisa kesurupan, karena kita sedang berpikir. Maka
orang kesurupan itu tidak sadar. Oleh karena itu, agar dia sadar adalah tarik
intuisinya ke atas. Cara menarik intuisinya ke atas yaitu dengan obat-obatan,
musik, gerakan-gerakan reflek yang terus menerus rutin. Maka tetesan air
setelah hujan yang terus menerus dapat menarik intuisi kita, jadi tidak ada
apa-apa terasa takut hanya karena mendengar tetesan air tersebut.
Pengalaman spiritual itu naik
turun, terkadang karena kesibukan intensitas doa berkurang, semangat berkurang.
Maka istiqomahlah, karena komunikasi tidak hanya mata, namun bisa dengan
perasaan, intuisi, dll.
Demikian
refleksi dari perkuliahan Filsafat Ilmu pertemuan ke-9 (Bagian 2). Semoga kita
dapat mengambil hikmah dari apa yang telah dipelajari dan bermanfaat bagi
kehidupan kita. Aamiin.
0 komentar:
Posting Komentar