Laman

Senin, 23 November 2015

Guna Menembus Ruang dan Waktu, Dewa Harus Melepas Baju Dewanya



Refleksi Perkuliahan Filsafat Ilmu Pertemuan ke-9 (Bagian 2)
Pengampu: Prof. Dr. Marsigit, M.A
PPs UNY Pendidikan Matematika kelas A
Selasa, 17 November 2015 Pukul 11.10-12.50 WIB
di lantai tertinggi Gedung Lama PPs UNY ruang R.305b

Setelah mengikuti tes singkat ke-5 menembus ruang dan waktu dengan tema “Dunia Ujian”, dengan beragam hasil yang kami dapatkan. Selanjutnya Bapak Prof. Marsigit memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk bertanya dan beliau menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Berikut ini saya nukilkan beberapa pertanyaan beserta jawaban yang dijelaskan oleh Bapak Prof. Marsigit.

Pertanyaan dari Sdri. Nurafni Retno Kurniasih: Dalam test jawab singkat, apakah soal-soal tersebut termasuk soal open-ended?
Jawaban Bapak Prof.Marsigit:
Soal jawab singkat lebih mementingkan kepada usaha untuk mengadakan dari yang masih mungkin ada. Setidaknya anda jadi memikirkan dari apa yang belum terpikir. Sudut pemikiran itu tidak hanya satu atau dua sudut pandang, namun multiple, jadi kita sebenernya adalah multifacet. Manusia bermuka dan berdimensi tak berhingga. Kalau dalam pewayangan disebut “dasamuka” memang sedikit, hanya sepuluh. Namun kita manusia multifacet, terkait dengan soal jawab singkat, saya dapat dapat membuat 50 soal bertema “dunia ujian”, berarti minimal ada 50 sudut pandang.
Sangat sulit menentukan jawaban karena jawaban dari test jawab singkat bersifat icon yaitu mewakili dunianya. Jadi tidak sembarang orang dapat membuat soal semacam itu, hanya para dewa yang mampu menjawab. Sehingga mau tidak mau anda harus mengakui bahwa saya seorang dewa di depan anda. Dewa dalam hal ini dapat diartikan beda umur, pengalaman, dimensi. Anda adalah dewa bagi diri anda yang tadi. Kenapa? Karena tadi belum tahu, sekarang sudah tahu. Orang yang tidak paham, dalam dunia dihantui oleh ketakutan mitos. Dia dalam siang malam takut dengan dewa. Misal terdapat mitos “tak sesuatu yang berubah kecuali perubahan itu sendiri”. Terkadang orang-orang terjebak dalam ruang dan waktu yang gelap termakan oleh mitos. Maka jika kita tak ingin termakan mitos, hendaknya kita harus selalu berpikir.
Pertanyaan yang saya tanyakan dalam soal jawab singkat adalah bahasanya para daksa. Saya tadi adalah daksa, sekarang dewa, karena sudah bertambah umur saya. Siswa adalah daksa dan guru adalah dewa. Para dewa harus mampu menembus ruang dan waktu sesuai dengan komunitasnya. Maka dalam upaya menembus ruang dan waktu dewa harus melepas baju dewanya, agar tidak menakut-nakuti dan akan terjadi kehancuran. Dengan demikian kalau kita akan bertemu dengan para dewa, kita harus menyiapkan alat yang khusus. Misal: Pak Jokowi akan bertemu Mr. Obama maka harus memakai jas dan dasi. Karena jika memakai batik mungkin akan dianggap “ini tribal dari mana?”. Jika kita ingin menjadikan batik sebagai icon universal, maka kita harus berjuang berabad-abad merubah paradigma, dunia, teori, ideologi, politik, dst. Terkait dengan bom yang ada di Paris, Mr.Obama mengatakan ini menyerang universal value. Dewasa ini, universal value dipegang oleh powernow. Tidak mudah untuk menjadi universal value karena 5-10 generasi saja belum tentu local anda menjadi universal value. Malah justru kecenderungannya sebaliknya, sekarang kita akan kehilangan local dan akan terbawa menjadi universal value seperti yang mereka pikirkan.
Jadi terkait dengan jawaban soal singkat adalah 1001 macam namun terpilih, dalam artian kita harus mereduksi.  Reduksi ibarat pisau yang sangat tajam. Ini merupakan fenomena Comte, pisau bisa untuk membunuh, namun semua keluarga pasti mempunyai pisau. Walaupun pisau dapat untuk membunuh, namun kita membutuhkan pisau untuk mengiris bawang, daging, dsb. Jadi pisau tidak hanya untuk membunuh, namun tergantung bagaimana kita menggunakannya. Artinya kalau kita ingin menaikkan dimensi kita, pasti ada resiko. Jika di Indonesia ingin menghilangkan rokok, maka akan sangat sulit karena ada petani tembakau. Sama halnya dengan yang terjadi di Amerika Serikat, tidak bisa menghilangkan senjata karena ada pabrik senjata, sudah menjadi budaya di sana, setiap keluarga mempunyai senjata untuk mempertahankan diri, aksesoris, hadiah, dsb.

Pertanyaan dari Sdri. Atik Lutfi Ulin Ni’mah: Apakah batasan seseorang dapat dikatakan sebagai sufi?
Jawaban Bapak Prof.Marsigit:
Membicarakan perihal sufi berarti menyangkut dengan spiritual. Ini berdasarkan pengalaman spiritual saya di masjdi beberapa hari dengan kaum sufi. Seorang sufi sebenarnya mencoba mencari metode berdoa yang disesuaikan dengan keaslian yang lebih otentik sesuai dengan yang dilakukan. Misalnya: kalau kita semua meyakini nabi-nabi kita masing-masing. Kalau saya Nabi Muhammad SAW, berhubung beliau sudah meninggal dunia. Lalu bagaimana kita meyakininya? Dan bagaimana kita mengormatinya? Kalau hanya sekedar hormat saja itu baru pada tahapan adab dalam berdo’a. Suatu ketika, berkumpul lah para sahabat.
Sahabat: “Wahai Rasulullah, saya ingin mengetahui sebenar-benar wajahmu itu seperti apa?”
Rasulullah: “Kalau kau ingin melihat wajahku, maka tengoklah pada lubang telinga putriku, Fathimah”
Maka semua sahabat menengok kepada lubang telinga Sayyidah Fathimah, tetapi yang mereka temui hanyalah keadaan gelap. Namun ada seorang sahabat yang enggan menengok pada lubang telinga Sayyidah Fathimah, yaitu Abu Bakar Ash-Shiddiq.

Rasulullah: “Ya Abu Bakar, mengala engkau tak mau menengok lubang telinga putriku seperti halnya sahabat yang lain?”
Abu Bakar: “tidak perlu menengok dan melihat pada telinga putrimu, karena setiap hari ketika tidur, akan tidur, mau makan, dimanapun dan dalam keadaan apapun aku sedang dan akan selalu melihat wajahmu duhai Rasulullah”.
Rasulullah: “Ya Abu Bakar, engkau memang muridku yang paling cerdas.”

Rasulullah menerima wahyu dari Allah SWT melalui Malaikat Jibril. Bersumber dari Allah SWT,  Rasulullah, kemudian dilanjutkan oleh sahahat, tabi’in, tabi’ut tabi’in, hingga sampai pada ulama. Kemudian lahirlah yang namanya Ahlussunnah waljama’ah. Seumpama kita ingin mempunyai energi listrik, maka tidak harus kita datang ke pembangkit listrik. Namun kita cukup mencolokkan kepada stopkontak. Jadi sama jika kita ingin menuju Allah SWT, kita dapat memanfaatkan peran alim ulama pembawa wasilah. Alim Ulama tersebut lah yang menjadi guru-guru spiritual yang sifatnya tersembunyi, maka harus dicari. Oleh karena itu dunia ada gurunya, spiritual/akhirat pun ada gurunya.
Kalau ada orang yang tak mau berguru kepada alim ulama, namun ingin langsung kepada Tuhan. Maka jika dilihat dari sisi orang yang telah mempelajari metode mendekatkan diri kepada Allah, dia dikatakan sombong sekali. Kita hendaknya sadar diri, dunia dana akhirat masih kacau, syariat dan fiqih belum paham. Sementara ada guru spiritual, ulama, kaum sufi, yang tiap hari, tiap detik ke situ (masjid), yang artinya jika kita dekat-dekat ke situ maka kita dapat merasakan medan doa. Maka setelah itu saya terkena energi yang saya colokkan, saya jadi mempunyai energi. Micronya ketika saya sedang berdoa maka seluruh sel tubuh sudah terlalu besar. Lebih micro lagi di dalam sel ketika teknologi tidak dapat menjangkau pusat simpul-simpul dari doa. Sehingga saya menulis Elegi menggapai sepi, Elegi menggapai ramai. Di dalam sepi adalah ramai. Jika kita merasakan, ketika kita pejamkan mata, kemudian seluruh tubuh ikut berdoa. Pasti akan ramai sekali. Berdoa dalam khasanah saya adalah dengan memohon ampun dan menyebut nama Tuhan. Jika sesuai filsafat maka berdoa sesuai dengan agama masing-masing. Orang yang ketika mati dalam keadaan berdoa adalah masuk syurga.

Pertanyaan dari Sdri. Tri Rahma Silviani: Bagaimanakah tanggapan filsafat mengenai khayalan manusia yang melampau batas kuasa Tuhan?
Jawaban Bapak Prof.Marsigit:
Untuk mengendalikan khayalan yang melampaui batas kuasa Tuhan adalah dengan iman dan taqwa. Apapun yang terjadi pasti mempunyai kontradiksi. Seperti halnya fenomena Comte, kita dibuat ribet, tidak bisa beribadah, gegara mempunyai mobil baru. Keluarga menjadi berantakan gegara mempunyai handphone baru. Itu lah yang namanya fenomena Comte. Fenomena Comte jika dikembangkan secara intensif dan ekstrensif maka itu adalah kegiatan mencampurkan antara positif dan negatif menjadi satu. Maka secara spiritual tidak akan bisa masuk syurga karena masih ada unsur negati. Jadi kita tinggal memilih mau syurga atau neraka.
Ketika ada yang mendiskusikan dalam filsafat bermain-main dengan membawa Tuhan. Namun jika untuk menelaah semoga Tuhan mengampuni. Ada yang bertanya “Karena Tuhan Maha Kuasa, apakah Tuhan mampu menciptakan Batu yang sangat besar dan sangat berat sedimikian sehingga TUHAN sendiri tidak mampu untuk mengangkatnya?” . Sesungguhnya Tuhan Maha Kuasa, Maha Biasa. Jadi jika Tuhan mampu menciptakan batu, maka Tuhan pun pasti bisa mengangkatnya. Jika sudah seperti maka hentikan saja diskusi tersebut.
Manusia sesungguhnya tidak sempurna. Dikarenakan ketidaksempurnaan tersebut, Immanuel Kant bisa menyimpulkan dunia ini “ada awal” dan “tidak ada awal”. Secara matematik, Immanuel Kant bisa membuktikan dunia punya awalan, ada permulaan. Namun diwaktu bersamaan, dia bisa menyatakan bahwa dunia itu tidak ada awalan, karena secara filsafat manusia tidak sempurna. Tetapi jika kita sudah masuk pada keyakinan, maka dunia itu berawalan, dimana yang mengawali adalah Tuhan dan yang mengakhiri juga Tuhan. Namun secara pikiran dapat dibuktikan dunia tidak mempunyai akhir dan dunia mempunyai akir. Maka penting kita mempuyai keimanan.
Terkait bom di Paris yang tengah menjadi perbincangan hangat pekan ini di seluruh belahan dunia, itu merupakan Fenomena Comte. Dapat diartikan dari sisi filsafat sebagai dialog antara struktur yang berdimensi, yaitu tradisional dan tribal versus powernow. Dimana kaum Tradisional menyerang universal value yang ditetpkan oleh powernow.
Saya yang berfilsafat adalah merefleksikan seperti anda. Kita yang merefleksikan itu tidak melakukannya, namun yang melakukan tidak akan mampu merefleksikannya. Sama halnya seperti orang kesurupan, ia kesurupan namun tak bisa memikirkannya. Sedangkan kita yang bisa memikirkannya tidak akan bisa kesurupan, karena kita sedang berpikir. Maka orang kesurupan itu tidak sadar. Oleh karena itu, agar dia sadar adalah tarik intuisinya ke atas. Cara menarik intuisinya ke atas yaitu dengan obat-obatan, musik, gerakan-gerakan reflek yang terus menerus rutin. Maka tetesan air setelah hujan yang terus menerus dapat menarik intuisi kita, jadi tidak ada apa-apa terasa takut hanya karena mendengar tetesan air tersebut.
Pengalaman spiritual itu naik turun, terkadang karena kesibukan intensitas doa berkurang, semangat berkurang. Maka istiqomahlah, karena komunikasi tidak hanya mata, namun bisa dengan perasaan, intuisi, dll.

Demikian refleksi dari perkuliahan Filsafat Ilmu pertemuan ke-9 (Bagian 2). Semoga kita dapat mengambil hikmah dari apa yang telah dipelajari dan bermanfaat bagi kehidupan kita. Aamiin.

0 komentar:

Posting Komentar