Laman

Jumat, 30 Oktober 2015

Sebenar-benar Hidup Adalah Menuju Dimensi yang Lebih Tinggi



Refleksi Perkuliahan Filsafat Ilmu Pertemuan ke-7 (bagian 2)
Pengampu: Prof. Dr. Marsigit, M.A
PPs UNY Pendidikan Matematika kelas A
Selasa, 27 Oktober 2015 Pukul 11.10-12.50 WIB
di lantai tertinggi Gedung Lama PPs UNY ruang R.305b


Setelah mengikuti tes singkat ke-4 “menembus ruang dan waktu”, dengan beragam hasil yang kami dapatkan. Selanjutnya Bapak Prof. Marsigit memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk bertanya dan beliau menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Berikut ini saya nukilkan beberapa pertanyaan beserta jawaban yang dijelaskan oleh Bapak Prof. Marsigit.

Pertanyaan dari Sdri.Azmi Yanianti: berkaitan dari tes singkat tersebut, sudah beberapa kali mendapatkan nilai yang memprihatinkan. Berpikir saja salah, bagaimana jika tidak berpikir? Jadi sebenarnya apakah pikiran saya yang salah?
Jawaban Bapak Prof.Marsigit:
Ini gejala umum. Kalau nilai ada itu ‘benar’. Kalau anda salah itu ‘benar’. Itu disebut Falibism. Karena anda adalah pemula, belum banyak membaca, jadi kalau ditanya pasti salah. Itu sudah sewarnya, seperti halnya jika anak SD kalau ditanya lalu tak bisa menjawab, maka itu ‘benar’. Itu lah yang disebut Falibism. Dalam rangka meningkatkan nilai dan jawaban yang benar, maka hendaklah meningkatkan bacaan. Hal ini bertujuan agar logika berpikir akan isomorfis walaupun jauh, namun setidaknya dapat isomorfis dengan pikiran saya. Misalnya “di kutub utara ada beruang”, maka di pikiranmu pun akan memikirkan hal tersbut. Itulah yang dinamakan pemetaan satu-satu. Jadi pikiranmu isomorfis dengan duni dan engkau hanya dapat mengatakan apa yang engkau pikirkan, kecuali dalam keadaan mabok. Karena ketika mabok dapat berkata namun tidak menyadari apa yang dikatakan. Selain mabok, keadaan lain yaitu pikun, gila. Tes ini dimaksudkan agar kita rendah hati dalam bidang keilmuan, artinya setinggi-tinggi langit masih ada langit. Rendah hati berbeda dengan rendah diri. Dalam hal ini rendah hati diartikan tidak sombong dalam menuntut ilmu. Kesombongan dalam arti normatif adalah mitos dalam pikiran kita masing-masing. Mitos artinya jelas. Maka jika kita sudah merasa jelas, ancamannya adalah mitos. Belajar filsafat memang selalu memikirkan, namun ada batasnya yaitu spiritualnya. Ketika kita berdoa, maka pikiran kita akan berhenti. Jika kita dalam berdoa masih mengembarakan pikiran kita, maka sungguh tidak khusyuk dan ikhlas doa kita. Doa sebenar-benarnya doa adalah ketika kita sudah tidak dapat menyadarinya, sudah tidak paham. Segala macam hubungan pikiran dan hati, dapat disimak dalam tulisan Prof Marsigit yang bertema Ritual Ikhlas.
Filsafat adalah dirimu sendiri. Tidak ada istilah menuangkan filsafat, memberikan filsafat, atau transfer filsafat. Namun bangunlah dirimu sendiri berdasarkan bacaan-bacaan yang kalian pilih, kemudian dalam tatap muka seperti ini kita berdialog.

Pertanyaan dari Sdri. Evvy Lusiana: Bagaimana pandangan filsafat mengenai pemimpin yang sesuai dengan ruang dan waktu?
Jawaban Bapak Prof.Marsigit:
Kalau kita berbicara tentang pemimpin dan yang dipimpin dari sisi filsafat adalah struktur dunia yang berdimensi. Seorang pemimpin itu dimensinya lebih tinggi. Maka seorang pemimpin adalah dewa dari yang dipimpin. Logika para dewa maksudnya logika para pemimpin. Logika para dewa pun dapat diartikan logikamu terhadap adikmu. Bagi adikmu, pikiranmu adalah logika para dewa, bagi adikmu engkau itu transenden. Ketika kita berbicara dewa pun berstruktur, ada dewa raja, prajurit, perdana menteri, menteri, dst. Jadi ada logika para dewa, kesalahan para dewa, ada kontradiksinya para dewa, dst. Seorang pemimpin dalam bahasa analognya adalah hubungan antara subjek dan predikat, mempunyai dimensi yang lebih tinggi. Agar mempunyai dimensi yang lebih maka haruslah pikiran dan pengalaman kita harus lebih luas, dalam, dan tinggi. Ketika melanjutkan kuliah S2 sesungguhnya kita tengah meningkatkan dimensi kita, mencari pengalaman.
Sebenar-benar hidup adalah menuju dimensi yang lebih tinggi. Tapi karena manusia gejalanya lurus menuju siklik, berputar. Artinya ada masanya dimana apa yang kita ingat menjadi lupa. Tingkah laku orang tua menjadi anak-anak lagi. Hal tersebut lah yang tidak dimiliki oleh negeri barat. Maka negeri barat jika mereka punya pengembangan maka diagramnya lurus, yang disebut open ended. Endednya terbuka, hingga mereka tidak tahu hidupnya mau kemana. Oleh karena itu, dari siklik terluar kita adalah spiritualisme. Kita berbasis di dalam rangka dan dipayungi spiritualisme. Sehebat-hebat pikiran kita ketika sudah mulai kacau, maka berhentilah dan ambil air wudlu untuk sholat, berdoa memohon bantuan-Nya.
Bagaimana anda mengelola sifat-sifat anda? Anda sifatnya berkulit sawo matang, rambut keriting, kurus. Itu baru tiga dari semilyar pangkat semilyar dari sifat yang ada. Dan itu baru sifat yang ada dalam diriku, belum dari sifat yang di luar diriku. Maka sebenar-benar manusia adalah tidak lengkap dan tidak sempurna menjatuhkan sifat. Jadi yang aku pandang ini tidak lah sempurna. Jika kita diberikan kesempurnaan dalam pandangan saja, maka kita tidak bisa hidup. Maka sebenar-benar manusia adalah bersifat determinis, dimana yang menentukan dan yang ditentukan itu dipilih sesuai dengan kemampuan dan konteksnya. Kalau tidak ada determin maka tidak akan bisa hidup. Ada yang bilang determin itu nasib. Maka hati-hatilah pemimpin agar tidak semena-mena menentukan nasib yang dipimpinnya, karena setiap yang dipimpin adalah dunia lengkap yang ada strukturnya, tidak memandang statpam, tukang sapu, dosen, mahasiswa. Maka kalau kita mengeliminasi salah satu sifat dengan cara kita memilihnya maka kita sungguh telah mengabaikan dunianya. Seorang pemimpin harus memiliki ilmu bidang (kepemimpinan), keterampilan managerial dan juga memiliki spiritualitas sehingga paham juga ilmu tentang kepimpinan yang tertulis dalam firman-Nya sehingga mampu menjadi pemimpin yang sesuai dengan ruang dan waktu.

Pertanyaan dari Sdri.Tri Rahmah Silviani: Dalam olah pikir menembus ruang dan waktu bertujuan untuk menembus dunia. Bagaimana cara menembus dunia dengan ikhlas?
Jawaban Bapak Prof.Marsigit:
Caranya ialah dengan sesuai hukum-hukum Tuhan. Karena menembus ruang dan waktu adalah kodrat-Nya dan ikhlas pun merupakan kodrat-Nya. Maka saya mendefinisikan ikhlas satu level di bawah spiritual dalam sisi filsafat. Keikhlasan itu ialah menembus ruang dan waktu. Misalnya batu, batu ikhlas sekali menembus ruang dan waktu. Apa ada batu yang protes? Jika tiada keikhlasan maka tiadalah menembus ruang dan waktu, Maka sebenar-benarnya hidup adalah ikhlas itu sendiri. Jadi ikhlas adalah kodrat dari Tuhan. Maka sebenar-benar hidup adalah menjalani sesuai dengan kodrat-Nya. Kalau ada pemaksaan kehendak maka itu disebut tidak ikhlas, karena itu merupakan keadaan salah ruang dan waktu. Belajar pun yang paling baik dalam khasanah di filsafat adalah sesuai dengan kodrat-Nya. Muncul berbagai macam konsep ikhlas dalam arti kehidupan sehari-hari, spiritual, dan pikiran saya. Ikhlas itu adalah menembus ruang dan waktu secara benar (kodrati).

Pertanyaan dari Sdri. Fitriani: Apa perbedaan para dewa dengan powernow?
Jawaban Bapak Prof. Marsigit:
Ayam adalah dewanya cacing. Cacing itu dewanya tanah, karena cacing makan tanah. Engkau adalah dewanya adikmu dan aku adalah dewamu. Engkau adalah dewa bagi kendaraanmu. Maka yang dimaksud dewa adalah subjek. Sedangkan Daksa itu objek. Kita para mahasiswa dan dosen adalah objek, sedangkan dewanya adalah Menteri. Kalau mau menikah maka dewa kita adalah Penghulu. Maka di dunia ini Amerika, Rusia, Cina, adalah Negara para dewa. Sedangkan Indonesia adalah Negara daksa. Karena mereka mempunyai nuklir, sedangkan Indonesia tidak mempunyai nuklir. Kalau mau mereka bisa saja menghancurkan Indonesia dengan nuklir yang mereka punyai. Dewa turun menjadi kajian politik, sosio politik, sosio geografi politik kemudian jadilah istilah powernow. Istilah powernow dibuat oleh mereka sendiri. Kerajaan juga mereka sendiri yang membuat, archaic, tribal, tradisional, warior, modern, post postmodern. Jaman sekarang adalah jaman post postmodern atau istilah sosiologinya adalah jaman kontemporer. Di jaman ini yang bercokol sebagai dewa adalah sang powernow, yaitu Negara yang paling berkuasa. Negara yang paling berkuasa adalah Negara yang mempunyai banyak nuklir, yaitu Amerika. Maka dewanya adalah Barack Obama. Jadi dari sisi filsafat, jika presiden kita berkunjung ke  Amerika maka bertujuan mengunjungi dewa. Supaya negaranya senang dan gembira maka hendaklah membawa sesaji yang berbentuk investasi. Maka jika kita mengundang Barack Obama, bukan hal yang murah, karena musti memakai sesaji, yaitu investasi. Itulah kaitannya pemahaman filsafat dengan politik. Selengkapnya dapat dibaca dalam tulisan Prof Marsigit NARASI BESAR IDEOLOGI DAN POLITIK PENDIDIKAN DUNIA.

Pertanyaan dari Sdri. Nurafni Retno Kurniasih: Apa perbedaan powernow dengan multifacet?
Jawaban Bapak Prof. Marsigit:
Powernow digambarkan sebagai orang yang super, sehingga tidak cukup jika wajahnya hanya satu. Maka yang dilakukan oleh superpower, dalam perwayangan Prabu Rahwana adalah mempunyai banyak muka, maka dinamakan Dasamuka. Dasamuka sudah menunjukkan hidup dengan standar ganda. Jika mukanya 1 maka standarnya 1, jika mukanya 10 maka standarnya 10. Berbicara kepada musuh berbeda, lalu berbicara dengan lawan pun berbeda lagi, dengan memanipulasi ruang dan waktu. Jangankan bermuka 10, orang yang bermuka satu saja bisa mempunyai standar ganda. Oleh karena itu jangan heran jika kita bergaul dengan orang-orang superpower mereka menerapkan standar ganda. Seperti halnya di Syiria, satu sisi membantu, tapi sisi lain bermaksud mengebom. Sebetulnya istilah standar ganda (double standart) masih kurang menggambarkan kondisi seperti itu, mungkin lebih tepatnya standar jamak (multiple standart). Di dalam perwayangan sudah ditunjukkan oleh Prabu Rahwana (Dasamuka), biasanya orang yang seperti itu dipandang sebagai orang jahat. Namun dari sisi positifnya kita juga tidak harus dalam pengertian jahat. Kita dalam pengertian baik pun karena tuntutan jaman kita harus menyediakan diri full multifacet. Dalam hal ini multifacet berarti multidimensi, multi kebutuhan, dunia berstruktur, maka dari sisi mana pun kita dapat ditinjau. Dari sisi positifnya, multifacet adalah alat untuk menembus ruang dan waktu agar kita sopan dan santun. Jika wajah kita hanya satu, misal cemberut. Maka dimana-mana kita cemberut, padahal itu tidak sesuai dengan ruang dan waktu. Oleh karena itu, dari sisi filsafat multifacet berfungsi untuk menembus ruang dan waktu agar kita sopan dan santun. Dalam perwayangan, sebetulnya Prabu Rama Wijaya mempunyai multifacet, namun tidak ditonjolkan multifacetnya tersebut. Ketika Prabu Rama Wijaya mengalahkan angkara murka Prabu Rahwana digambarkan bekerjasama dengan alam, tidak sendirian karena jika sendirian maka akan sombong. Sehingga dia bekerjasama dengan Hanoman. Hanoman berasal dari kata “anom” yang berarti muda. Maka dalam filsafat perwayangan, orang muda mempunyai peranan untuk memegang masa depan. Sehingga Hanoman tidak dimatikan, justru diberikan kesaktian. Maka harapan dari orang tua kepada orang muda seperti Hanoman tersebut, yaitu menyelesaikan masalah, memegang amanah demi masa depan. Sehingga orang muda tidak disegerakan dimatikan, namun orang tua yang didahulukan.

Pertanyaan dari Sdri. Retno Dewi Kusuma: Bagaimana filsafat memaknai perbedaan agama?
Jawaban Bapak Prof. Marsigit:
Perbedaan agama itu berdimensi, berlevel dari material, formal, normative hingga spiritual. Maka cara menyiasatinya sesuai ruang dan waktu serta sesuai dimensinya. Sehingga ketika aku sedang beribadah, aku tidak dapat mengajak engkau dari Gereja menuju ke Masjid. Itulah maksud dari dimensi. Indonesia mempunyai dasar filsafat Pancasila. Dalam Pancasila filsafatnya adalah monodualisme, yaitu hablumminallah dan hablumminannas. Hubungan dengan Tuhan adalah urusan masing-masing dan hubungan dengan manusia silakan bergaul dengan sebaik-baiknya. Maka Pancasila walaupun dihujat, dilupakan, dijadikan penataran yang overdosis, diperingati, atau pun tidak, Pancasila tetap lah relevan. Karena Pancasila mencerminkan bangsa kita yang toleran. Toleran dalam hal ini kita harus menghargai orang yang berbeda, karena sebenar-benar manusia yang turun di bumi tidak ada yang sama.

Demikian refleksi dari pertemuan ketujuh. Sesungguhnya semua pembelajaran ini dalam rangka menyadarkan kepada diri kita bahwa kita dapat membangun dunia dari yang ada dan mungkin ada dari kacamata filsafat. Ketika kita mulai ragu-ragu dan bingung maka hendaklah kita perbanyak istighfar diiringi dengan doa secara kontinu dengan menerapkan adab doa.
Semoga bermanfaat :)

0 komentar:

Posting Komentar