Refleksi
Perkuliahan Filsafat Ilmu Pertemuan ke-7 (bagian 2)
Pengampu:
Prof. Dr. Marsigit, M.A
PPs UNY
Pendidikan Matematika kelas A
Selasa, 27
Oktober 2015 Pukul 11.10-12.50 WIB
di lantai tertinggi Gedung Lama PPs UNY ruang R.305b
Setelah mengikuti tes singkat ke-4 “menembus ruang dan waktu”,
dengan beragam hasil yang kami dapatkan. Selanjutnya Bapak Prof. Marsigit
memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk bertanya dan beliau menjawab
pertanyaan-pertanyaan tersebut. Berikut ini saya nukilkan beberapa pertanyaan
beserta jawaban yang dijelaskan oleh Bapak Prof. Marsigit.
Pertanyaan dari Sdri.Azmi Yanianti: berkaitan dari tes singkat tersebut, sudah beberapa kali mendapatkan nilai yang memprihatinkan. Berpikir saja salah, bagaimana jika tidak berpikir? Jadi sebenarnya apakah pikiran saya yang salah?
Jawaban Bapak Prof.Marsigit:
Ini gejala umum. Kalau nilai ada itu
‘benar’. Kalau anda salah itu ‘benar’. Itu disebut Falibism. Karena anda adalah
pemula, belum banyak membaca, jadi kalau ditanya pasti salah. Itu sudah
sewarnya, seperti halnya jika anak SD kalau ditanya lalu tak bisa menjawab,
maka itu ‘benar’. Itu lah yang disebut Falibism. Dalam rangka meningkatkan
nilai dan jawaban yang benar, maka hendaklah meningkatkan bacaan. Hal ini
bertujuan agar logika berpikir akan isomorfis walaupun jauh, namun setidaknya
dapat isomorfis dengan pikiran saya. Misalnya “di kutub utara ada beruang”,
maka di pikiranmu pun akan memikirkan hal tersbut. Itulah yang dinamakan
pemetaan satu-satu. Jadi pikiranmu isomorfis dengan duni dan engkau hanya dapat
mengatakan apa yang engkau pikirkan, kecuali dalam keadaan mabok. Karena ketika
mabok dapat berkata namun tidak menyadari apa yang dikatakan. Selain mabok,
keadaan lain yaitu pikun, gila. Tes ini dimaksudkan agar kita rendah hati dalam
bidang keilmuan, artinya setinggi-tinggi langit masih ada langit. Rendah hati
berbeda dengan rendah diri. Dalam hal ini rendah hati diartikan tidak sombong
dalam menuntut ilmu. Kesombongan dalam arti normatif adalah mitos dalam pikiran
kita masing-masing. Mitos artinya jelas. Maka jika kita sudah merasa jelas,
ancamannya adalah mitos. Belajar filsafat memang selalu memikirkan, namun ada
batasnya yaitu spiritualnya. Ketika kita berdoa, maka pikiran kita akan
berhenti. Jika kita dalam berdoa masih mengembarakan pikiran kita, maka sungguh
tidak khusyuk dan ikhlas doa kita. Doa sebenar-benarnya doa adalah ketika kita
sudah tidak dapat menyadarinya, sudah tidak paham. Segala macam hubungan
pikiran dan hati, dapat disimak dalam tulisan Prof Marsigit yang bertema Ritual
Ikhlas.
Filsafat adalah dirimu sendiri.
Tidak ada istilah menuangkan filsafat, memberikan filsafat, atau transfer
filsafat. Namun bangunlah dirimu sendiri berdasarkan bacaan-bacaan yang kalian
pilih, kemudian dalam tatap muka seperti ini kita berdialog.
Pertanyaan dari Sdri. Evvy Lusiana:
Bagaimana pandangan filsafat mengenai pemimpin yang sesuai dengan ruang dan
waktu?
Jawaban Bapak Prof.Marsigit:
Kalau kita berbicara tentang
pemimpin dan yang dipimpin dari sisi filsafat adalah struktur dunia yang
berdimensi. Seorang pemimpin itu dimensinya lebih tinggi. Maka seorang pemimpin
adalah dewa dari yang dipimpin. Logika para dewa maksudnya logika para
pemimpin. Logika para dewa pun dapat diartikan logikamu terhadap adikmu. Bagi
adikmu, pikiranmu adalah logika para dewa, bagi adikmu engkau itu transenden.
Ketika kita berbicara dewa pun berstruktur, ada dewa raja, prajurit, perdana
menteri, menteri, dst. Jadi ada logika para dewa, kesalahan para dewa, ada
kontradiksinya para dewa, dst. Seorang pemimpin dalam bahasa analognya adalah
hubungan antara subjek dan predikat, mempunyai dimensi yang lebih tinggi. Agar
mempunyai dimensi yang lebih maka haruslah pikiran dan pengalaman kita harus
lebih luas, dalam, dan tinggi. Ketika melanjutkan kuliah S2 sesungguhnya kita
tengah meningkatkan dimensi kita, mencari pengalaman.
Sebenar-benar hidup adalah menuju
dimensi yang lebih tinggi. Tapi karena manusia gejalanya lurus menuju siklik,
berputar. Artinya ada masanya dimana apa yang kita ingat menjadi lupa. Tingkah
laku orang tua menjadi anak-anak lagi. Hal tersebut lah yang tidak dimiliki
oleh negeri barat. Maka negeri barat jika mereka punya pengembangan maka
diagramnya lurus, yang disebut open ended. Endednya terbuka, hingga mereka
tidak tahu hidupnya mau kemana. Oleh karena itu, dari siklik terluar kita
adalah spiritualisme. Kita berbasis di dalam rangka dan dipayungi
spiritualisme. Sehebat-hebat pikiran kita ketika sudah mulai kacau, maka
berhentilah dan ambil air wudlu untuk sholat, berdoa memohon bantuan-Nya.
Bagaimana anda mengelola sifat-sifat
anda? Anda sifatnya berkulit sawo matang, rambut keriting, kurus. Itu baru tiga
dari semilyar pangkat semilyar dari sifat yang ada. Dan itu baru sifat yang ada
dalam diriku, belum dari sifat yang di luar diriku. Maka sebenar-benar manusia
adalah tidak lengkap dan tidak sempurna menjatuhkan sifat. Jadi yang aku
pandang ini tidak lah sempurna. Jika kita diberikan kesempurnaan dalam
pandangan saja, maka kita tidak bisa hidup. Maka sebenar-benar manusia adalah
bersifat determinis, dimana yang menentukan dan yang ditentukan itu dipilih
sesuai dengan kemampuan dan konteksnya. Kalau tidak ada determin maka tidak
akan bisa hidup. Ada yang bilang determin itu nasib. Maka hati-hatilah pemimpin
agar tidak semena-mena menentukan nasib yang dipimpinnya, karena setiap yang
dipimpin adalah dunia lengkap yang ada strukturnya, tidak memandang statpam,
tukang sapu, dosen, mahasiswa. Maka kalau kita mengeliminasi salah satu sifat
dengan cara kita memilihnya maka kita sungguh telah mengabaikan dunianya.
Seorang pemimpin harus memiliki ilmu bidang (kepemimpinan), keterampilan
managerial dan juga memiliki spiritualitas sehingga paham juga ilmu tentang
kepimpinan yang tertulis dalam firman-Nya sehingga mampu menjadi pemimpin yang
sesuai dengan ruang dan waktu.
Pertanyaan dari Sdri.Tri Rahmah
Silviani: Dalam olah pikir menembus ruang dan waktu bertujuan untuk menembus
dunia. Bagaimana cara menembus dunia dengan ikhlas?
Jawaban Bapak Prof.Marsigit:
Caranya ialah dengan sesuai hukum-hukum
Tuhan. Karena menembus ruang dan waktu adalah kodrat-Nya dan ikhlas pun
merupakan kodrat-Nya. Maka saya mendefinisikan ikhlas satu level di bawah
spiritual dalam sisi filsafat. Keikhlasan itu ialah menembus ruang dan waktu.
Misalnya batu, batu ikhlas sekali menembus ruang dan waktu. Apa ada batu yang
protes? Jika tiada keikhlasan maka tiadalah menembus ruang dan waktu, Maka
sebenar-benarnya hidup adalah ikhlas itu sendiri. Jadi ikhlas adalah kodrat
dari Tuhan. Maka sebenar-benar hidup adalah menjalani sesuai dengan kodrat-Nya.
Kalau ada pemaksaan kehendak maka itu disebut tidak ikhlas, karena itu
merupakan keadaan salah ruang dan waktu. Belajar pun yang paling baik dalam
khasanah di filsafat adalah sesuai dengan kodrat-Nya. Muncul berbagai macam
konsep ikhlas dalam arti kehidupan sehari-hari, spiritual, dan pikiran saya.
Ikhlas itu adalah menembus ruang dan waktu secara benar (kodrati).
Pertanyaan
dari Sdri. Fitriani: Apa perbedaan para dewa dengan powernow?
Jawaban
Bapak Prof. Marsigit:
Ayam adalah dewanya cacing. Cacing itu
dewanya tanah, karena cacing makan tanah. Engkau adalah dewanya adikmu dan aku
adalah dewamu. Engkau adalah dewa bagi kendaraanmu. Maka yang dimaksud dewa
adalah subjek. Sedangkan Daksa itu objek. Kita para mahasiswa dan dosen adalah
objek, sedangkan dewanya adalah Menteri. Kalau mau menikah maka dewa kita
adalah Penghulu. Maka di dunia ini Amerika, Rusia, Cina, adalah Negara para
dewa. Sedangkan Indonesia adalah Negara daksa. Karena mereka mempunyai nuklir,
sedangkan Indonesia tidak mempunyai nuklir. Kalau mau mereka bisa saja
menghancurkan Indonesia dengan nuklir yang mereka punyai. Dewa turun menjadi
kajian politik, sosio politik, sosio geografi politik kemudian jadilah istilah
powernow. Istilah powernow dibuat oleh mereka sendiri. Kerajaan juga mereka sendiri
yang membuat, archaic, tribal, tradisional, warior, modern, post postmodern.
Jaman sekarang adalah jaman post postmodern atau istilah sosiologinya adalah
jaman kontemporer. Di jaman ini yang bercokol sebagai dewa adalah sang
powernow, yaitu Negara yang paling berkuasa. Negara yang paling berkuasa adalah
Negara yang mempunyai banyak nuklir, yaitu Amerika. Maka dewanya adalah Barack
Obama. Jadi dari sisi filsafat, jika presiden kita berkunjung ke Amerika maka bertujuan mengunjungi dewa.
Supaya negaranya senang dan gembira maka hendaklah membawa sesaji yang
berbentuk investasi. Maka jika kita mengundang Barack Obama, bukan hal yang
murah, karena musti memakai sesaji, yaitu investasi. Itulah kaitannya pemahaman
filsafat dengan politik. Selengkapnya dapat dibaca dalam tulisan Prof Marsigit NARASI BESAR IDEOLOGI DAN POLITIK PENDIDIKAN DUNIA.
Pertanyaan
dari Sdri. Nurafni Retno Kurniasih: Apa perbedaan powernow dengan multifacet?
Jawaban
Bapak Prof. Marsigit:
Powernow digambarkan sebagai orang yang
super, sehingga tidak cukup jika wajahnya hanya satu. Maka yang dilakukan oleh superpower, dalam perwayangan Prabu
Rahwana adalah mempunyai banyak muka, maka dinamakan Dasamuka. Dasamuka sudah
menunjukkan hidup dengan standar ganda. Jika mukanya 1 maka standarnya 1, jika
mukanya 10 maka standarnya 10. Berbicara kepada musuh berbeda, lalu berbicara
dengan lawan pun berbeda lagi, dengan memanipulasi ruang dan waktu. Jangankan
bermuka 10, orang yang bermuka satu saja bisa mempunyai standar ganda. Oleh
karena itu jangan heran jika kita bergaul dengan orang-orang superpower mereka
menerapkan standar ganda. Seperti halnya di Syiria, satu sisi membantu, tapi
sisi lain bermaksud mengebom. Sebetulnya istilah standar ganda (double standart) masih kurang
menggambarkan kondisi seperti itu, mungkin lebih tepatnya standar jamak (multiple standart). Di dalam perwayangan
sudah ditunjukkan oleh Prabu Rahwana (Dasamuka), biasanya orang yang seperti
itu dipandang sebagai orang jahat. Namun dari sisi positifnya kita juga tidak
harus dalam pengertian jahat. Kita dalam pengertian baik pun karena tuntutan
jaman kita harus menyediakan diri full multifacet. Dalam hal ini multifacet
berarti multidimensi, multi kebutuhan, dunia berstruktur, maka dari sisi mana
pun kita dapat ditinjau. Dari sisi positifnya, multifacet adalah alat untuk
menembus ruang dan waktu agar kita sopan dan santun. Jika wajah kita hanya
satu, misal cemberut. Maka dimana-mana kita cemberut, padahal itu tidak sesuai
dengan ruang dan waktu. Oleh karena itu, dari sisi filsafat multifacet
berfungsi untuk menembus ruang dan waktu agar kita sopan dan santun. Dalam
perwayangan, sebetulnya Prabu Rama Wijaya mempunyai multifacet, namun tidak
ditonjolkan multifacetnya tersebut. Ketika Prabu Rama Wijaya mengalahkan
angkara murka Prabu Rahwana digambarkan bekerjasama dengan alam, tidak
sendirian karena jika sendirian maka akan sombong. Sehingga dia bekerjasama
dengan Hanoman. Hanoman berasal dari kata “anom” yang berarti muda. Maka dalam
filsafat perwayangan, orang muda mempunyai peranan untuk memegang masa depan.
Sehingga Hanoman tidak dimatikan, justru diberikan kesaktian. Maka harapan dari
orang tua kepada orang muda seperti Hanoman tersebut, yaitu menyelesaikan masalah,
memegang amanah demi masa depan. Sehingga orang muda tidak disegerakan
dimatikan, namun orang tua yang didahulukan.
Pertanyaan
dari Sdri. Retno Dewi Kusuma: Bagaimana filsafat memaknai perbedaan agama?
Jawaban
Bapak Prof. Marsigit:
Perbedaan agama itu berdimensi, berlevel
dari material, formal, normative hingga spiritual. Maka cara menyiasatinya sesuai
ruang dan waktu serta sesuai dimensinya. Sehingga ketika aku sedang beribadah,
aku tidak dapat mengajak engkau dari Gereja menuju ke Masjid. Itulah maksud
dari dimensi. Indonesia mempunyai dasar filsafat Pancasila. Dalam Pancasila
filsafatnya adalah monodualisme, yaitu
hablumminallah dan hablumminannas. Hubungan dengan Tuhan adalah
urusan masing-masing dan hubungan dengan manusia silakan bergaul dengan
sebaik-baiknya. Maka Pancasila walaupun dihujat, dilupakan, dijadikan penataran
yang overdosis, diperingati, atau pun tidak, Pancasila tetap lah relevan.
Karena Pancasila mencerminkan bangsa kita yang toleran. Toleran dalam hal ini
kita harus menghargai orang yang berbeda, karena sebenar-benar manusia yang
turun di bumi tidak ada yang sama.
Demikian refleksi dari pertemuan ketujuh.
Sesungguhnya semua pembelajaran ini dalam rangka menyadarkan kepada diri kita
bahwa kita dapat membangun dunia dari yang ada dan mungkin ada dari kacamata
filsafat. Ketika kita mulai ragu-ragu dan bingung maka hendaklah kita perbanyak
istighfar diiringi dengan doa secara kontinu dengan menerapkan adab doa.
Semoga bermanfaat :)
0 komentar:
Posting Komentar