A.
Pendahuluan
Menurut
American Educational Research Association, American Psychological
Association, and National Council on Measurement in Education (AERA,
APA, and NCME) dalam Standards for Educational and Psychological Testing,
validitas merujuk pada derajat dari fakta dan teori yang mendukung
interpretasi skor tes, dan merupakan pertimbangan paling penting dalam
pengembangan tes (1999).Menurut Arikunto (2013: 211) Validitas adalah suatu
ukuran yang menunjukkaan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu
instrumen. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila
tes tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang tepat
dan akurat sesuai dengan maksud dikenakannya tes tersebut (Azwar, 2007:175).
Kerlinger
(dalam Nazir, 2014:128) membagi validitas atas tiga jenis, yaitu validitas isi,
validitas kriteria, dan validitas konstruk. Berikut ini penjelasan dari
masing-masing jenis validitas.
1. Validitas
Isi
Validitas isi
suatu instrumen adalah sejauhmana butir-butir dalam instrumen itu mewakili
komponen-komponen dalam keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur dan
sejauh mana butir-butir itu mencerminkan ciri perilaku yang hendak diukur
(Nunnally, 1978; Fernandes, 1984). Validitas isi mempersoalkan apakah isi dari
suatu alat ukur (bahannya, topiknya, substansinya, cukup representatatif atau
cukup merupakan sebuah sampling? (Kerlinger, 1973). Sementara itu menurut
Retnawati (2015) validitas isi terkait dengan analisis rasional terhadap domain
yang hendak diukur untuk mengetahui keterwakilan instrumen dengan kemampuan
yang hendak diukur.
2. Validitas
Kriteria
Validitas
kriteria adalah validitas yang dilihat dengan membandingkan dengan suatu
kriteria atau variabel yang diketahui atau yang dipercaya dapat digunakan untuk
mengukur suatu atribut tertentu (Kerlinger dalam Nazir, 2014:128). Validitas
berdasarkan kriteria dibedakan menjadi dua, yaitu validitas prediktif dan
validitas konkuren.
Fernandes (1984)
mengatakan validitas berdasarkan kriteria dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan
sejauh mana tes memprediksi kemampuan peserta di masa mendatang (predictive
validity) atau mengestimasi kemampuan dengan alat ukur lain dengan tenggang
waktu yang hampir bersamaan (concurrent validity). Validitas konkuren
mempunyai kemiripan dengan validitas prediktif. Pada metode konkuren,
instrument pengukuran harus dierpiksa terlebih dahulu terhadap berbagai
kriteria yang ada saat ini (Morissan, 2014:106).
Sebuah alat ukur
dikatakan mempunyai validitas yang berhubungan dengan kriteria yang tinggi,
jika alat ukur tersebut dapat menolong peliti dalam membuat keputusan yang
tepat dalam menempatkan seseorang, baik dalam pekerjaan, tugas, dan sebagainya
(Kerlinger dalam Nazir, 2014:128).
3. Validitas
Konstruk
Menurut Morissan
(2014: 107) Validitas konstruk adalah upaya menghubungkan suatu instrumen
pengukuran dengan keseluruhan kerangka kerja teoretis untuk memastikan bahwa
pengukuran yang dilakukan memliki hubungan logis dengan konsep lainnya yang ada
dalam kerangka kerja teoretis bersangkutan. Validitas konstruk menunjukkan
sejauhmana instrumen mengungkap suatu kemampuan atau konstruk teoretis tertentu
yang hendak diukurnya (Nunnally, 1978, Fernandes, 1984).
Menutut Retnawati
(2015) Prosedur validasi konstruk diawali dari suatu identifikasi dan batasan
mengenai variabel yang hendak diukur dan dinyatakan dalam bentuk konstruk logis
berdasarkan teori mengenai variabel tersebut. Dari teori ini ditarik suatu
konskuensi praktis mengenai hasil pengukuran pada kondisi tertentu, dan
konskuensi inilah yang akan diuji. Apabila hasilnya sesuai dengan harapan maka
instrumen itu dianggap memiliki validitas konstruk yang baik.
B.
Pembuktian
Validitas
Berikut
ini akan dijelaskan cara membuktikan validitas isi, validitas kriteria, dan
validitas konstruk.
1. Validitas
Isi
Validitas isi dapat dibuktikan dengan expert judgment atau kesepakatan ahli
untuk menilai isi dari instrument secara sistematis. Untuk mengetahui kesepakatan
ini, dapat digunakan indeks validitas, diantaranya dengan indeks yang diusulkan
oleh Aiken (1980; 1985). Indeks validitas butir yang diusulkan Aiken ini
dirumuskan sebagai berikut:
dengan V adalah indeks
validitas butir; s skor yang ditetapkan setiap rater dikurangi skor terendah
dalam kategori yang dipakai (s = r – lo, dengan r = skor kategori pilihan rater
dan lo skor terendah dalam kategori penyekoran); n banyaknya rater; dan c banyaknya
kategori yang dapat dipilih rater. Berdasarkan pendapat tersebut, V merupakan
indeks kesepakatan rater terhadap kesesuaian butir (atau sesuai tidaknya butir)
dengan indikator yang ingin diukur menggunakan butir tersebut. Jika diterapkan untuk
instrument pengukuran, menurut seorang rater maka n dapat diganti dengan m (banyaknya
butir dalam satu instrumen). Indeks V ini nilainya berkisar diantara 0-1 (Retnawati,
2015).
2. Validitas
Kriteria
Dalam pengujian validitas berdasar kriteria, bukti
validitas suatu tes diperlihatkan oleh adanya hubungan skor pada tes yang
bersangkutan dengan skor suatu kriteria. Sementara itu, untuk melihat hubungan
tersebut maka perlu dilakukan analisis korelasioanl (Azwar, 2007: 176).
Menurut Azwar (2007: 176)Validitas prediktif dapat
dilihat dari hasil analisis korelasional antara skor tes tersebut dengan skor
performansi yang hendak diprediksikan. Skor performansi tersebut baru akan
diperoleh setelah tenggang waktu tertentu. Sedangkan validitas konkuren dapat
diperolah bersamaan dengan diperolehnya skor tes. Dengan demikian komputasi
korelasi antara tes dan kriteria dapat lagsung dilakukan dan menghasilkan
koefisien validitas konkuren. Jadi nampak perbedaan antara prosedur validasi
prediktif dan validasi konkuren terletak pada masalah waktu diperolehnya data
kriteria. (Azwar, 2007:176).
3. Validitas
Konstruk
Dalam
membuktikan validitas konstruk, diperlukan analisis statistika yang kompleks
seperti prosedur analisis faktor. Apabila ditinjau dari penggunaannya, terdapat
dua macam analisis faktor yaitu analisis faktor eksploratori (exploraty factor analysis, EFA) dan faktor
analisis konfirmatori (confirmatory
factor analysis, CFA).
Menurut
Retnawati (2015) EFA digunakan ketika model pengukuran dari konstruk instrument
masih dicari ataupun dilakukan eksplorasi. Namun pada CFA, ketika model
pengukuran telah ada teorinya, konstruk instumen tersebut tinggal dibuktikan
atau dikonfirmasi. Pada CFA, membuktikan validitas konstruk ini khususnya
menggunakan model pengukuran (measurement model). Menurut Khumaidi,
(2014) analisis dapat dilakukan dengan first order CFA, dan jika belum
konklusif perlu dilakukan second order analysis.
REFERENSI
Arikunto,
Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian:
Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta
Azwar,
Saifuddin. 2007. Tes prestasi: Fungsi
Pengembangan Pengukuran Prestasi Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Morissan. 2014. Metode Penelitian Survei. Jakarta:
Kencana Prenadamedia Group
Nazir, Ph.d.
2014. Metode Penelitian. Bogor:
Penerbit Ghalia Indonesia.
Retnawati,
Heri. 2015. Membuktikan Validitas Instrumen dalam Pengukuran. http://www.evaluation-edu.com
Pada umumnya peneliti mengalami kebingungan pada saat akan melakukan validasi. Validasi apa yang harus dipenuhi dalam untuk menjamin instrumen yang dibuatnya. Mungkin jika dapat dipaparkan contoh kasus dan kemungkin validasi yang bisa digunakan akan sangat baik.
BalasHapusKetika membuktikan validitas, yaitu pada validitas isi kita dapat menggunakan pendapat ahli, kemudian meminta ahli untuk menilai, dari penilai tersebut kita dapat membuat indeks aiken, trigory, clause, dan sebagainya. Namun yang paling popular adalah indeks aiken dikarenakan relatif lebih mudah. Sedangkan dalam pembuktian validitas konstruk yaitu analisis faktor ekploratori dan analis faktor aikon konfirmatori. Syarat minimal dalam pengerjaan tesis bagi kita mahasiswa S2, kita perlu membuktikan validitas konstruk dengan indeks ikon dan analisis faktor eksploratori. Namun untuk S3 dalam pengerjaan disertasi wajib membuktikan validitas konstruk dengan indeks Aiken dan analisis faktor konfirmatori. Kita perlu menemui ahli dahulu agar bisa mengestimasi dengan indeks aiken, namun harus memilih ahli yang benar-benar kompeten. Kita tidak boleh hanya meminta teman guru karena sudah mengenalnya. Jika kita memilih dosen, maka dosen tersebut harus sudah divalidasi, sementara jika kita memilih guru maka harus lah guru yang jam terbangnya tinggi dan mempunyai kinerja yang baik.
Hapus