Refleksi perkuliahan Filsafat Ilmu pertemuan ke-3
oleh: Ayu Arfiana
oleh: Ayu Arfiana
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Marsigit, M.A
Selasa, 22 September 2014 Pukul 11.10-12.50 WIB
di lantai tertinggi Gedung Lama PPs UNY ruang R.305b
Kita memasuki era dimana segala sesuatu ingin kita
dapatkan dengan instan.
“Kalau memang ada yang mudah kenapa cari yang sulit?”
“Kalau bisa dipermudah kenapa dipersulit?”
Itu lah yang biasa terngaung dari kaum penganut hidup
instan.
Jika kalimat yang telah disebutkan tadi adalah suatu
tesis, maka dapat dibuat antitesis:
“kalau bisa mengerjakan yang sulit, kenapa cari yang
mudah?”
Kalimat tersebut didengar tak begitu jelas, diucapkan
sangat gampang, tapi dilaksanakan amat sulit.
Secara psikologis, kalimat yang kita sebut tesis dan
antitesis tersebut merupakan dua keadaan yang sangat berbeda.
Kalimat yang kita sebut tesis tersebut, jika
diidentifikasi secara psikologis dari sisi keadaan pelakunya adalah pemalas,
tak mau berjuang, tak suka tantangan, tak mau bekerja keras, motivasi rendah,
tak kreatif, tak cerdas.―Semilyar pangkat semilyar tak akan mampu aku
menyebutkannya keadaan tersebut.
Kalimat yang kita sebut antitesis tersebut, jika
diidentifikasi secara psikologis dari sisi keadaan pelakunya adalah rajin, mau
berjuang, suka tantangan, bekerja keras, motivasi tinggi, kreatif, cerdas.
―Semilyar pangkat semilyar tak akan mampu aku menyebutkannya keadaan tersebut.
Hidup ini adalah interaksi dari keadaan yang kita
sebut tesis dan antitesis. Kalau ingin hidup lebih baik maka hijrahlah dari
keadaan tesis ke keadaan antitesis.
Selengkapnya bisa dipelajari pada tulisan Prof. Dr.
Marsigit, M.A berjudul Narasi Besar Ideologi dan Politik Pendidikan Dunia http://www.academia.edu/14097700/NARASI_BESAR_IDEOLOGI_DAN_POLITIK_PENDIDIKAN_DUNIA
Kalau membicarakan tentang penciptaan manusia, tak
akan lepas dari penciptaan manusia pertama di dunia. Apakah kita sepakat dengan pendapat
teori Darwin kalau manusia berawal dari monyet?
Orang beragama, agama apapun, pasti mengatakan bahwa
nenek moyang manusia adalah manusia, yaitu Nabi Adam AS.
Darwin membuat teori Evolusi hukum sebab akibab,
jika manusia setiap pagi belajar terbang terus menerus selama hidupnya, dan
kebiasan tersebut diwariskan kepada keturunannya sampai bermilyar-milyar tahun,
harapannya nanti suatu ketika manusia bisa terbang. Teori tersebut merupakan
teori pengembangan potensi diri yang kemudian ditangkap oleh Immanuel Kant
sebagai Teologi. Segala macam perkiraan masa depan masuk dalam Teologi.
“Segala sesuatu mengalami PERUBAHAN. Tiadalah di
dunia ini yang tidak mengalami perubahan.”
Pendapat tersebut baru pendapat separuh dunia, separuh
dunia yang lain berpendapat:
“Segala sesuatu bersifat TETAP, tiadalah di
dunia ini yang tidak tetap.”
Tokoh penganut dunia mengalami PERUBAHAN adalah
Heraclitos. Sedangkan tokoh penganut hidup itu TETAP adalah Permenides.
Aku berubah fisik, kecil menjadi besar.
Aku berubah sifat, buruk menjadi baik, dan sebagainya.
Iya, hidupku mengalami perubahan.
Aku berubah sifat, buruk menjadi baik, dan sebagainya.
Iya, hidupku mengalami perubahan.
Sebelum dunia kiamat aku tetap lah ciptaan Tuhan, tak
akan berubah siapa penciptaku. Tetap Tuhan Yang Satu.
Jadi dalam diriku ada 2 unsur, tetap dan berubah.
Hidup adalah interaksi antara yang tetap dan berubah.
Hidup adalah tetap di dalam perubahan dan berubah di
dalam ketetapan.
Dalam filsafat adakah penggolongan antara benar dan
salah?
Ketahuilah, di dalam filsafat tak ada sesuatu yang
benar dan tak ada yang salah.
Lebih tepatnya adalah sesuai atau tidaknya sesuatu
dalam lingkup ruang dan waktu.
Dalam spiritual kebenaran bersifat absolut.
Agama itu dogma, dogma suatu kebulatan yang harus di
laksanakan. Kitab suci tidak bisa dirubah lagi, tak ada amandemen kitab suci.
Maka orang Timur yang didominasi oleh agama biasanya
berfikir final, sedangkan orang Barat yang mengandalkan pikiran biasanya
terbuka di bagian belakang― maka ada metode pembelajaran open ended.
Secara agama, dogma harus diakui lewat keyakinan,
bukan lewat pikiran.
Jika kita mencari Tuhan lewat pikiran, maka belum ada
jaminan kita bertemu Tuhan.
Jika dunia Barat menuju ke Timur, maka akan bertemu
Imam Ghozali yang mengatakan bahwa jika engkau ingin ketemu Tuhanmu, jangan kau
pikirkan saja, tapi kerjakanlah.
Oleh karena itu Filsafat Timur mengenalkan ontologi
gerak, jadi untuk mengenal Tuhan maka kerjakan lah ibadah sesuai kepercayaan
masing-masing. Jika Tuhan mengizinkan insya Allah kita akan bertemu Tuhan.
Dunia Barat dan dunia Timur memiliki perbedaan dalam
nilai bijaksana.
Bijaksana dunia Barat dalam keadaan masyarakat yang
terbuka, maka mereka berpendapat bahwa orang yang sedang mencari ilmu adalah
orang bijaksana.
Tapi dunia Timur mempunyai versi lain dalam nilai
bijaksana, karena masyarakat sudah tertutup, menurut mereka bijaksana adalah
memberi. Jadi tak mudah menjadi pejabat di dunia Timur karena harus memberi
/mensejahterakan rakyatnya.
Kita hidup di bumi yang semakin tua, banyak kita
jumpai manusia membunuh dirinya sendiri. Apakah hal tersebut sudah
ketetapan dari Tuhan?
Dalam filsafat yang namanya takdir adalah sesuatu yang
sudah terjadi, karena pikiran manusia.
Jika dinaikkan ke ranah spiritual, takdir itu
bukan hanya sesuatu yang sudah terjadi, tetapi juga sesuatu yang akan
terjadi.
Tapi jika kalimatnya dibalik, bahwa yang terjadi pasti
adalah takdir, maka yang belum terjadi masih bisa diikhtiarkan.
Kaitannya fatal dan vital, Fatal adalah takdirnya, sedangkan
vital adalah ikhtiarnya.
Manusia yang memiliki sifat plural namun bersikap
tunggal, secara filsafat di sebut kaum FATAL. Kaum Fatal adalah kaum yang
hidupnya 100% terserah pada nasib dan takdir.
Urusan akhirat FATAL dan urusan dunia VITAL.
Maka sebenar-benar hidup adalah interaksi dinamik
antara FATAL dan VITAL.
Manusia bisa berikhtiar karena punya potensi dan hidup
manusia itu tidak lepas dari takdir.
Hidup adalah pilihan Tuhan. Tuhan akan membuat
jalan-Nya sendiri, meliputi lahir, jodoh, dan mati.
Kita boleh pasrah, namun harus didahului dengan
ikhtiar dan doa.
Dalam sebuah hadist dijelaskan bahwa “bekerjalah untuk duniamu seakan-akan kamu akan hidup selamanya, dan
beribadahlah untuk akhiratmu seakan-akan kamu
akan mati besok.
Oleh karena itu, dalam
hidup harus lah seimbang antara usaha dan doa, bekerja dan beribadah.
Apakah ada pertentangan antara filosofer dan motivator?
Segala sesuatu selalu berpasang-pasangan.
Setiap yang ada dan mungkin ada itu adalah suatu TESIS
dan selain itu adalah ANTITESIS.
Diriku adalah tesis, maka selain diriku adalah
antitesis.
Suatu ketatapan dalam agama disebut tesis, maka
antitesisnya adalah ikhtiar.
Fatal adalah tesis, antitesisnya adalah vital.
Fatal adalah tesis, antitesisnya potensi.
Motivator bertugas dalam pengembangkan potensi supaya
manusia punya kompetensi, karena sebenar-benar hidup adalah perubahan suatu
potensi dari ADA menjadi PENGADA melalui MENGADA.
Maka segala sesuatu dapat berubah dengan diikhtiarkan,
jika dibawa ke ranah spiritual maka disebut keikhlasan. Tiadalah perubahan terjadi tanpa
adanya keikhlasan.
Dengan demikian ada keselarasan antara motivator dan
filosofer.
Objek dalam mempelajari filsafat adalah semua yang ada
dan mungkin ada.
Sifat yang ADA dan MUNGKIN ADA dalam pikiran
kita adalah sebuah wadah.
Wadah yang meliputi ADA atau MUNGKIN ADA itu mempunyai
isi.
Misalnya: rambut berwarna hitam. “Rambut” bertindak
sebagai wadah dan “hitam” sebagai isi.
Sebenarnya WADAH adalah subjek, dan ISI adalah predikat. Maka tidak akan pernah di dunia ini dalam pikiran kita predikat sama dengan subjek.
Jadi dunia itu berstruktur, kalau kita mengambil
pengertian bahwa apapun komponen wadah dan isi, jika dinaikkan ke ranah
spiritual, wadah-wadah dan isi-isi tersebut terangkum menjadi satu yaitu kuasa
Tuhan Yang Maha Esa.
Sunnatullah, takdirnya isi tidak sama dengan wadah. Walaupun wadah sekaligus sebagai isi dan isi sekaligus sebagai wadah.
Dalam filsafat Jawa ada istilah “ngono yo ngono
ning ojo ngono”. Arti harfiah
dari kalimat tersebut adalah “begitu ya begitu, tapi jangan begitu”.
“ngono” yang diucapkan di awal berperan sebagai wadah
dan “ngono” yang diucapkan di akhir berperan sebagai isi. Jadi WADAH tak akan pernah sama dengan
ISI.
Itulah yang dinamakan kontradiksi dalam filsafat.
Tanpa adanya kontradiksi maka tak ada makna kehidupan. Jadi hidup manusia
memang suatu kontradiksi.
Oleh karena itu manusia
selalu diwarnai oleh kontradiksi-kontradiksi hidupnya.
Pengetahuan kita bersifat kontradiktif, pertarungan
antara tesis dan antesis menjadi sintesis pengetahuan baru.
Kita sebagai ilmuan harus siap melakukan sintesis-sintesis
antara pengetahuan lama dan baru.
Kita dipersilakan memperbesar kontradiksi kita, namun
jangan sampai kontradiksi tersebut turun di hati kita. Karena jika turun ke
hati maka akan berurusan dengan syaitan.
Maka satu-satunya cara hanya Tuhan yang mampu
menghilangkan keraguan dengan berdoa karena hanya Tuhan yang tak mengenal
kontradiksi.
Agar kita terhindar dari godaan setan, setiap hembusan
nafas penuhilah dengan doa, lantunkan nama-nya dalam keadaan apapun, dimanapun.
Semoga kita selalu dalam pelukan Tuhan. Aamiin ya rabbal 'alamiin.
Semoga kita selalu dalam pelukan Tuhan. Aamiin ya rabbal 'alamiin.
Semoga bermanfaat
Tegal, 24 September 2015 ⎥ 10
Dzulijjah 1436 H
―dalam suasana berbau kambing dan sapi
Selamat Idul
Adha :)
0 komentar:
Posting Komentar