Laman

Kamis, 24 September 2015

Tiadalah Perubahan Terjadi Tanpa Adanya Keikhlasan

Refleksi perkuliahan Filsafat Ilmu pertemuan ke-3
oleh: Ayu Arfiana
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Marsigit, M.A
Selasa, 22 September 2014 Pukul 11.10-12.50 WIB
di lantai tertinggi Gedung Lama PPs UNY ruang R.305b



Kita memasuki era dimana segala sesuatu ingin kita dapatkan dengan instan.
“Kalau memang ada yang mudah kenapa cari yang sulit?”
“Kalau bisa dipermudah kenapa dipersulit?”
Itu lah yang biasa terngaung dari kaum penganut hidup instan.
Jika kalimat yang telah disebutkan tadi adalah suatu tesis, maka dapat dibuat antitesis:
“kalau bisa mengerjakan yang sulit, kenapa cari yang mudah?”
Kalimat tersebut didengar tak begitu jelas, diucapkan sangat gampang, tapi dilaksanakan amat sulit.
Secara psikologis, kalimat yang kita sebut tesis dan antitesis tersebut merupakan dua keadaan yang sangat berbeda.
Kalimat yang kita sebut tesis tersebut, jika diidentifikasi secara psikologis dari sisi keadaan pelakunya adalah pemalas, tak mau berjuang, tak suka tantangan, tak mau bekerja keras, motivasi rendah, tak kreatif, tak cerdas.―Semilyar pangkat semilyar tak akan mampu aku menyebutkannya keadaan tersebut.
Kalimat yang kita sebut antitesis tersebut, jika diidentifikasi secara psikologis dari sisi keadaan pelakunya adalah rajin, mau berjuang, suka tantangan, bekerja keras, motivasi tinggi, kreatif, cerdas. ―Semilyar pangkat semilyar tak akan mampu aku menyebutkannya keadaan tersebut.

Hidup ini adalah interaksi dari keadaan yang kita sebut tesis dan antitesis. Kalau ingin hidup lebih baik maka hijrahlah dari keadaan tesis ke keadaan antitesis.
Selengkapnya bisa dipelajari pada tulisan Prof. Dr. Marsigit, M.A berjudul Narasi Besar Ideologi dan Politik Pendidikan Dunia http://www.academia.edu/14097700/NARASI_BESAR_IDEOLOGI_DAN_POLITIK_PENDIDIKAN_DUNIA

Kalau membicarakan tentang penciptaan manusia, tak akan lepas dari penciptaan manusia pertama di dunia. Apakah kita sepakat dengan pendapat teori Darwin kalau manusia berawal dari monyet?
Orang beragama, agama apapun, pasti mengatakan bahwa nenek moyang manusia adalah manusia, yaitu Nabi Adam AS.
Darwin membuat teori Evolusi  hukum sebab akibab, jika manusia setiap pagi belajar terbang terus menerus selama hidupnya, dan kebiasan tersebut diwariskan kepada keturunannya sampai bermilyar-milyar tahun, harapannya nanti suatu ketika manusia bisa terbang. Teori tersebut merupakan teori pengembangan potensi diri yang kemudian ditangkap oleh Immanuel Kant sebagai Teologi. Segala macam perkiraan masa depan masuk dalam Teologi.

“Segala sesuatu mengalami PERUBAHAN. Tiadalah di dunia ini yang tidak mengalami perubahan.”
Pendapat tersebut baru pendapat separuh dunia, separuh dunia yang lain berpendapat:
“Segala sesuatu bersifat TETAP, tiadalah di dunia ini yang tidak tetap.”
Tokoh penganut dunia mengalami PERUBAHAN adalah Heraclitos. Sedangkan tokoh penganut hidup itu TETAP adalah Permenides.

Aku berubah fisik, kecil menjadi besar.
Aku berubah sifat, buruk menjadi baik, dan sebagainya.
Iya, hidupku mengalami perubahan.
Sebelum dunia kiamat aku tetap lah ciptaan Tuhan, tak akan berubah siapa penciptaku. Tetap Tuhan Yang Satu.
Jadi dalam diriku ada 2 unsur, tetap dan berubah.
Hidup adalah interaksi antara yang tetap dan berubah.
Hidup adalah tetap di dalam perubahan dan berubah di dalam ketetapan.

Dalam filsafat adakah penggolongan antara benar dan salah?
Ketahuilah, di dalam filsafat tak ada sesuatu yang benar dan tak ada yang salah.
Lebih tepatnya adalah sesuai atau tidaknya sesuatu dalam lingkup ruang dan waktu.
Dalam spiritual kebenaran bersifat absolut.
Agama itu dogma, dogma suatu kebulatan yang harus di laksanakan. Kitab suci tidak bisa dirubah lagi, tak ada amandemen kitab suci.
Maka orang Timur yang didominasi oleh agama biasanya berfikir final, sedangkan orang Barat yang mengandalkan pikiran biasanya terbuka di bagian belakang― maka ada metode pembelajaran open ended.

Secara agama, dogma harus diakui lewat keyakinan, bukan lewat pikiran.
Jika kita mencari Tuhan lewat pikiran, maka belum ada jaminan kita bertemu Tuhan.
Jika dunia Barat menuju ke Timur, maka akan bertemu Imam Ghozali yang mengatakan bahwa jika engkau ingin ketemu Tuhanmu, jangan kau pikirkan saja, tapi kerjakanlah.
Oleh karena itu Filsafat Timur mengenalkan ontologi gerak, jadi untuk mengenal Tuhan maka kerjakan lah ibadah sesuai kepercayaan masing-masing. Jika Tuhan mengizinkan insya Allah kita akan bertemu Tuhan.

Dunia Barat dan dunia Timur memiliki perbedaan dalam nilai bijaksana.
Bijaksana dunia Barat dalam keadaan masyarakat yang terbuka, maka mereka berpendapat bahwa orang yang sedang mencari ilmu adalah orang bijaksana. 
Tapi dunia Timur mempunyai versi lain dalam nilai bijaksana, karena masyarakat sudah tertutup, menurut mereka bijaksana adalah memberi. Jadi tak mudah menjadi pejabat di dunia Timur karena harus memberi /mensejahterakan rakyatnya.

Kita hidup di bumi yang semakin tua, banyak kita jumpai manusia membunuh dirinya sendiri. Apakah hal tersebut sudah ketetapan dari Tuhan?
Dalam filsafat yang namanya takdir adalah sesuatu yang sudah terjadi, karena pikiran manusia. 
Jika dinaikkan  ke ranah spiritual, takdir itu bukan hanya sesuatu yang sudah terjadi, tetapi juga sesuatu yang akan terjadi. 
Tapi jika kalimatnya dibalik, bahwa yang terjadi pasti adalah takdir, maka yang belum terjadi masih bisa diikhtiarkan.

Kaitannya fatal dan vital, Fatal adalah takdirnya, sedangkan vital adalah ikhtiarnya.
Manusia yang memiliki sifat plural namun bersikap tunggal, secara filsafat di sebut kaum FATAL. Kaum Fatal adalah kaum yang hidupnya 100% terserah pada nasib dan takdir. 
Urusan akhirat FATAL dan urusan dunia VITAL.
Maka sebenar-benar hidup adalah interaksi dinamik antara FATAL dan VITAL.

Manusia bisa berikhtiar karena punya potensi dan hidup manusia itu tidak lepas dari takdir. 
Hidup adalah pilihan Tuhan. Tuhan akan membuat jalan-Nya sendiri, meliputi lahir, jodoh, dan mati.

Kita boleh pasrah, namun harus didahului dengan ikhtiar dan doa.
Dalam sebuah hadist dijelaskan bahwa “bekerjalah untuk duniamu seakan-akan kamu akan hidup selamanya, dan beribadahlah untuk akhiratmu seakan-akan kamu akan mati besok.
Oleh karena itu, dalam hidup harus lah seimbang antara usaha dan doa, bekerja dan beribadah.

Apakah ada pertentangan antara filosofer dan motivator?
Segala sesuatu selalu berpasang-pasangan.
Setiap yang ada dan mungkin ada itu adalah suatu TESIS dan selain itu adalah ANTITESIS.
Diriku adalah tesis, maka selain diriku adalah antitesis.
Suatu ketatapan dalam agama disebut tesis, maka antitesisnya adalah ikhtiar.
Fatal adalah tesis, antitesisnya adalah vital.
Fatal adalah tesis, antitesisnya potensi.

Motivator bertugas dalam pengembangkan potensi supaya manusia punya kompetensi, karena sebenar-benar hidup adalah perubahan suatu potensi dari ADA menjadi PENGADA melalui MENGADA.

Maka segala sesuatu dapat berubah dengan diikhtiarkan, jika dibawa ke ranah spiritual maka disebut keikhlasan. Tiadalah perubahan terjadi tanpa adanya keikhlasan.
 Dengan demikian ada keselarasan antara motivator dan filosofer.

Objek dalam mempelajari filsafat adalah semua yang ada dan mungkin ada.
Sifat yang ADA dan MUNGKIN ADA dalam pikiran kita  adalah sebuah  wadah.
Wadah yang meliputi ADA atau MUNGKIN ADA itu mempunyai isi.
Misalnya: rambut berwarna hitam. “Rambut” bertindak sebagai wadah dan “hitam” sebagai isi.

Sebenarnya WADAH adalah subjek, dan ISI adalah predikat. Maka tidak akan pernah di dunia ini dalam pikiran kita predikat sama dengan subjek.
Jadi dunia itu berstruktur, kalau kita mengambil pengertian bahwa apapun komponen wadah dan isi, jika dinaikkan ke ranah spiritual, wadah-wadah dan isi-isi tersebut terangkum menjadi satu yaitu kuasa Tuhan Yang Maha Esa.

Sunnatullah, takdirnya isi tidak sama dengan wadah. Walaupun wadah sekaligus sebagai isi dan isi sekaligus sebagai wadah.
Dalam filsafat Jawa ada istilah “ngono yo ngono ning ojo ngono”. Arti harfiah dari kalimat tersebut adalah “begitu ya begitu, tapi jangan begitu”. 
“ngono” yang diucapkan di awal berperan sebagai wadah dan “ngono” yang diucapkan di akhir berperan sebagai isi. Jadi WADAH tak akan pernah sama dengan ISI.
Itulah yang dinamakan kontradiksi dalam filsafat. Tanpa adanya kontradiksi maka tak ada makna kehidupan. Jadi hidup manusia memang suatu kontradiksi.
Oleh karena itu manusia selalu diwarnai oleh kontradiksi-kontradiksi hidupnya.

Pengetahuan kita bersifat kontradiktif, pertarungan antara tesis dan antesis menjadi sintesis pengetahuan baru.
Kita sebagai ilmuan harus siap melakukan sintesis-sintesis antara pengetahuan lama dan baru. 
Kita dipersilakan memperbesar kontradiksi kita, namun jangan sampai kontradiksi tersebut turun di hati kita. Karena jika turun ke hati maka akan berurusan dengan syaitan.
Maka satu-satunya cara hanya Tuhan yang mampu menghilangkan keraguan dengan berdoa karena hanya Tuhan yang tak mengenal kontradiksi.

Agar kita terhindar dari godaan setan, setiap hembusan nafas penuhilah dengan doa, lantunkan nama-nya dalam keadaan apapun, dimanapun.
Semoga kita selalu dalam pelukan Tuhan. Aamiin ya rabbal 'alamiin.

Semoga bermanfaat
Tegal, 24 September 2015  10 Dzulijjah 1436 H
―dalam suasana berbau kambing dan sapi

Selamat Idul Adha :)

0 komentar:

Posting Komentar