Tulisan
ini saya telaah dari berbagai sumber dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah
Matematika Model di kelas A Pendidikan Matematika 2015 PPs UNY, yang diampu
oleh Prof. Dr. Marsigit, MA. Adapun materi yang saya angkat terkait dengan
perkembangan sistem numerasi matematika dari waktu ke waktu, sejak dahulu
hingga sekarang.
1.
Sistem
Numerasi Matematika Mayan
Sejarah mengatakan bahwa orang-orang Indian Mayan
dari Guatemala dan Honduras mempunyai peradaban yang tinggi. Hal ini dibuktikan
dalam perhitungan matematika dan ilmu astronomi membuat mereka mampu
menciptakan kalender yang hampir sempurna sejak ribuan abad yang lalu. Ahli
arkeologi mengatakan bahwa kalender Maya mulai menghitung waktu dari tahun 3114
SM yang dianggap sebagai tahun nol dan disamakan ke dalam tanggal 1 Januari.
Bangsa Maya mengubah lambang gambar dengan “titik” dan
“garis mendatar”. Titik melambangkan satu dan garis mendatar melambangkan lima.
Sementara itu angka nol disimbol dengan kerang-kerangan untuk dan itu sudah
cukup untuk menyatakan angka apa saja. Teori ini dianggap berguna sampai saat
ini yaitu pada “sistem biner” yang digunakan dalam kalkulator. Sistem numerasi
Maya mempunyai basis 20 (vigesimal)
dengan menggunakan sistem nilai tempat dan ditulis secara tegak. Bangsa Maya
menggunakan basis 20 karena menganggap dapat mewakili jumlah jari pada tangan
dan kaki manusia. Hal yang menarik dalam
sistem numerasi Mayan yaitu kelompok bilangan yang kedua adalah 18(20) = 360,
bukan (20)2 = 400. Kelompok yang lebih tinggi mempunyai bentuk
18(20)n. Perbedaan ini dipengaruhi fakta bahwa tahun resmi Mayan
berjumlah 360 hari.
Sistem numerasi Mayan dijelaskan dalam gambar
berikut ini:
2.
Sistem
Numerasi Matematika Mesir Kuno
Sekitar 2850 SM, bangsa Mesir kuno menggunakan
sistem angka. Lambang-lambang sistem numerasi Mesir kuno disebut dengan hieroglyphcs.
Dalam tulisan Hieroglyph ini sistem
numerasinya berdasarkan pada basis 10 (system decimal) dengan tujuh lambang
dasar yaitu lambang untuk bilangan satu, sepuluh, seratus, sepuluh ribu,
seratus ribu, dan satu juta. Angka 1 dilambangkan dengan bentuk tongkat atau
batang lurus, sementara itu angka 2 dilambangkan dengan dua buah tongkat atau
batang lurus, begitu seterusnya hingga 9 dilambangkan dengan bentuk tongkat
sebanyak 9 buah. Tetapi, angka 10 dilambangkan dengan tulang tumit. Angka 100 dilambangkan
dengan spiral. Angka 200 dilambangkan dengan spiral sebanyak dua buah, begitu
seterusnya hingga 900 dilambangkan spiral sebanyak sebanyak 9 buah. Angka 1000
menggunakan lambang bunga teratai, sedangkan angka 10000 dinyatakan
dengan jari telunjuk. Sementara itu, 100000 dinyatakan dengan lambang burung.
Angka 1000000 dilambangkan dengan orang keheranan, sedangkan 10000000 dilambangkan
dengan matahari terbit.
3.
Sistem
Numerasi Matematika Babilonia
Jaman dahulu, bangsa Babilonia menulis angka dengan
sepotong kayu pada clay tablets, yaitu
tablet yang terbuat dari tanah liat. Tulisan bangsa Babilonia sering disebut
tulisan paku karena mempunyai bentuk seperti paku. Bangsa Babilonia menuliskan
huruf paku menggunakan tanaman reed, tulisan tersebut berbentuk
segitiga yang memanjang (prisma segitiga), cara menulis di clay tablets dengan cara manekankannya pada lempengan tanah yang
masih basah sehingga akan menghasilkan cekungan segitiga meruncing yang menyerupai
bentuk paku.
Sistem numerasi bangsa Babilonia (sekitar 2400 SM)
disebut juga sistem sexagesimal. Hal ini dikarenakan sistem numerasi menggunakan
basis 60. Sistem sexagesimal masih
digunakan sampai saat ini, yaitu dalam menyatakan waktu, menit dan detik.
Selain itu di dalam trigonometri untuk menyatakan derajat. Dengan demikian, sistem
numerasi tersebut merupakan warisan budaya Babilonia.
Sistem numerasi Babilonia ini mengutamakan posisi
serta menggunakan sifat pengulangan satuan
dan puluhan. Selain itu, sistem numerasi Babilonia tidak memiliki
angka nol, spasi digunakan untuk menandakan bahwa tidak ada angka dalam nilai
tempat tertentu.
Adapun penulisan angka pada sistem numerasi
Babilonia sebagai berikut:
1 =
▼
10 = ◄
2 =
▼▼
20 = ◄◄
9 = ▼▼▼▼▼▼▼▼▼
Penulisan
angka yang lebih kecil dari 60 dituliskan dengan mengkombinasikan dua lambang
tersebut. Misal: 12 = ◄▼▼
4.
Sistem
Numerasi Matematika Yunani Kuno
Lambang dalam sistem numerasi Yunani Kuno masih
sangat sederhana, dapat diperkirakan setaraf dengan sistem numerasi Mesir Kuno
(hieroglyph). Sistem numerasi
matematika Yunani Kuno terbagi dua, yaitu:
a. Sistem
Attic
Sistem attic diperkirakan telah digunakan sebelum
abad ke 8 SM. Dalam Attic membentuk
sebuah sistem kelompok sederhana berbasis sepuluh yang dibentuk dari huruf
pertama nama bilangan (angka acrophonic atau disebut juga angka Herodianic). Penulisan angka attic dilambangkan sederhana, dimana angka 1 sampai 4 dilambangkan
dengan lambang tongkat, sebagai berikut:
1 = │
(un)
3 = │││ (Tri)
2
= ││ (Di)
4 = ││││ (Tetra)
Sementara
itu, angka 5 dilambangkan dengan “Γ” ,yaitu huruf awal dari Penta (lima). Sedangkan
angka 6 sampai 9 sembilan dilambangkan dengan kombinasi “Γ” dengan “│”, seperti
berikut ini:
5 = 5 = Γ
6 = Γ│
8 = Γ│││
7 = Γ││
9 = Γ││││
Selanjutnya angka 10, 100, 1000,
10000 dilambangkan dengan menggunakan huruf-huruf awal nama bilangan tersebut. Angka
10 dilambangkan dengan ∆ (Deka), sedangkan angka 100 dilambangkan dengan Н (Hekaton). Angka 1000 dalam Yunani
disebut Khiloi, kemudian dilambangkan dengan χ. Sementara itu, angka 10000
disebut Myrioi, lalu dilambangkan dengan Ϻ. Secara jelas digambarkan seperti tabel
berikut:
Numera
|
Lambang
|
1
10
100
1000
10000
|
Ι
Δ [Deka]
Η [Hɛkaton]
Χ [K ʰ ilioi / k ʰ ilias]
Μ[Myrion]
|
b.
Sistem Ionia
Sistem numerasi ionia menggeser pemakaian sistem attic, diperkirakan mulai digunakan pada awal abad ke 8 SM. Sistem
numerasi ionia dipandang lebih maju jika dibandingkan dengan sistem numerasi attic. Sistem ionia menggunakan alfabet (abjad) Yunani sebagai lambang bilangan. Sembilan
abjad untuk melambangkan bilangan 1 sampai 9. Sembilan selanjutnya digunakan
untuk melambangkan kelipatan 10 yang lebih kecil dari 100. Kemudian sembilan abjad
berikutnya digunakan untuk melambangkan kelipatan 100 yang lebih kecil dari
1000. Sementara itu bilangan 10000 dinyatakan dengan M (myriades).
5.
Sistem
Numerasi Matematika Romawi
Sekitar awal tahun 100 M, sistem numerasi Romawi mulai
berkembang. Sistem numerasi Romawi memiliki beberapa lambang dasar yaitu I, V,
X, L, C, D, dan M yang masing-masing menyatakan angka 1, 5, 10, 50, 100, 500,
dan 1000. Penggunaan angka Romawi ini bertahan hingga sekitar abad ke-14, yaitu
sampai runtuhnya kekaisaran Romawi. Setelah ini, sistem numerasi sebagian besar
diganti dengan sistem numerasi Hindu-Arab.
Lambang X terdiri dari dua lambang V atau jika
menggunakan jari tangan maka merupakan sepuluh jari tangan. Namun bisa jadi bermula
dari cara umum menghitung dengan tongkat tegak yang berkelompok sepuluh. Penulisan
angka Romawi banyak terinspirasi dari lambang alfabet Yunani.
Dalam sistem ini tidak mempunyai nilai tempat,
sehingga ketika beberapa lambang dikombinasikan, maka dapat dituliskan lambang
demi lambang. Sementara itu, ketika penulisan suatu angka memuat dua lambang
dasar, maka berlaku aturan berikut ini:
- Penjumlahan (jika lambang pada bagian kanan menyatakan bilangan yang lebih kecil atau menyatakan bilangan yang sama jumlahnya).
- Pengurangan (jika lambang pada bagian kiri menyatakan bilangan yang lebih kecil).
6.
Sistem
Numerasi Matematika Hindu-Arab
Sekitar tahun 300 SM, sistem numerasi Hindu-Arab bermula
dari India. Pada masa tersebut, sistem numerasi belum menggunakan nilai tempat
dan belum mempunyai lambang nol. Sistem nilai tempat diperkirakan mulai
digunakan pada tahun 500 M. Sistem numerasi Hindu-Arab menggunakan sistem nilai
tempat dengan basis 10. Hal ini dipengaruhi oleh banyaknya jari tangan manusia
yang berjumlah 10. Dalam bahasa latin, sepuluh dinyatakan dengan istilah decem,
sehingga sistem numerasi Hindu-Arab ini biasa disebut sistem desimal. Lambang
nol tidak diketahui kapan mulai ada dan digunakan, namun terdapat beberapa
dugaan bahwa lambang nol dalam sistem numerasi Hindu-Arab berasal dari Babilonia
lewat Yunani.
Sekitar tahun 750 M sistem Hindu-Arab mulai berkembang
di Bagdad. Hal tersebut dibuktikan melalui sejarah yang tertulis dalam buku Liber
Algorismi De Numero Indorum karangan matematikawan Arab bernama
Al-Khawarizmi.
Numerasi Hindu-Arab dari jaman dahulu hingga
sekarang mengalami perkembangan, antara lain sebagai berikut:
1)
Sistem angka desimal
Sistem numerasi Hindu-Arab menggunakan angka 10 sebagai
lambang dasar. Hal ini dikarenakan dalam sistem numerasi Hindu-Arab menggunakan
basis 10. Lambang dasar yang digunakan dalam sistem ini adalah 0, 1, 2, 3, 4,
5, 6, 7, 8, 9. Dalam sistem ini, penempatan suatu angka dalam suatu deretan
angka menentukan nilainya.
Contoh:
5254 = 5(10)3 + 2(10)2 + 5(10) + 4
Berdasarkan contoh tersebut, angka
5 muncul dua kali dengan tempat yang berbeda, maka nilainya juga berbeda. Angka
5 yang pertama menunjukkan bilangan ribuan yaitu 5000, sedangkan angka lima
yang kedua menunjukkan bilangan puluhan yaitu 50.
Dalam sistem numerasi Hindu-Arab berlaku aturan sebagai
berikut:
a. Jika
bilangan yang lebih besar dari 1, dipisahkan dari bilangan yang lebih kecil
dari 1 (pecahan). Lambang yang digunakan sebagai pemisah adalah tanda desimal
yaitu koma (,).
b. Pada
sebelah kiri koma desimal, angka pertama bernilai sebesar angka itu sendiri,
angka berikutnya bernilai sepuluh kalinya, angka berikutnya bernilai seratus
kalinya, dan seterusnya.
c. Pada
sebelah kanan koma desimal, angka pertama bernilai sepersepuluh angka itu
sendiri, kemudian angka berikutnya seperseratusnya, dan seterusnya.
d. Berlaku
perpangkatan. Misalnya dalam penulisan 103, bilangan 3 merupakan
“pangkat” yang digunakan sebagai alternatif untuk mengemukakan angka 1000. Berlaku pula pangkat negatif yang digunakan
untuk menuliskan pecahan desimal, yakni 10-3, yang senilai dengan 1/103
atau 1/1000 atau 0,001.
Jika
pangkat positif dan negative telah jelas digambarkan. Lalu bagaimana dengan
pangkat 0, yaitu 100? Jika ditelisik dari deretan bilangan, maka tampak
bahwa 100 berada di antara 101 = 10 dan 10-1 =
1/10. Sehingga dengan demikian 100 ditetapkan sama dengan satu.
2)
Sistem angka non-desimal
Kenyataan bahwa sistem perhitungan kita sekarang yaitu sistem angka
desimal mungkin disebabkan karena banyaknya jari kira sepuluh. Seandainya
manusia dilengkapi dengan dua belas jari tangan, kemungkinan sistem angka
dengan dasar dua belaslah yang digunakan. Angka nondesimal dapat
diidentifikasikan dengan memperhatikan indeksnya (subscrip). Sebagai contoh,
3457 adalah suatu angka septimal (basis tujuh).
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa sistem
numerasi Hindu-Arab yang kita kenal sekarang adalah berasal dari numerasi Arab
Timur yang telah berbeda dari asalnya. Secara jelas dijabarkan pada tabel
berikut ini.
Hindu-Arab
|
Arab Timur
|
Hindu-Arab
|
Hindu-Arab
|
1
|
۱
|
6
|
٦
|
2
|
۲
|
7
|
٧
|
3
|
۳
|
8
|
٨
|
4
|
٤
|
9
|
٩
|
5
|
٥
|
10
|
١٠
|
Demikian yang dapat saya paparkan terkait sistem numerisasi matematika dari waktu ke waktu. Semoga bermanfaat :)
Sumber:
0 komentar:
Posting Komentar